Rabu, 30 November 2011

Berkhalwat

Di sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan, Shafiyyah binti Huyay datang menziarahi Nabi SAW yang sedang iktikaf di masjid. Shafiyyah lantas bercakap-cakap dengan Nabi beberapa saat usai shalat Isya’. Setelah itu, Shafiyyah–salah seorang istri Nabi–berdiri untuk kembali. Nabi pun mengantarnya hingga di pintu masjid dekat dengan tempat Ummu Salamah, istri Nabi yang lain. Tetapi, tiba-tiba ada dua orang pria Anshar mengucapkan salam. Mereka lewat dan langsung pergi dengan buru-buru.
”Tinggallah di tempat kalian, sesungguhnya ia adalah Shafiyyah binti Huyay!” Rasulullah SAW berseru kepada kedua pria itu. Kedua orang itu pun terkejut seraya mengucapkan, ”Mahasuci Allah! Duhai Rasulullah, sesungguhnya kami tidak mengatakan seperti itu.” Nabi kemudian bersabda, ”Sesungguhnya setan memasuki anak Adam melalui peredaran darahnya. Aku khawatir, ia memasuki tubuh kalian berdua.”
Hadis Ali bin al-Husain dari Shafiyyah binti Huyay tersebut di atas bisa dipahami bahwa Nabi menjelaskan perkara syubhat yang ada dalam diri dua sahabatnya. Beliau mengkhawatirkan kejadian tersebut akan menimbulkan fitnah. Selain itu, hadis tersebut juga mengindikasikan adanya larangan berkhalwat. Larangan itu berlaku bagi siapa saja, apa pun kedudukannya. Baik dia itu seorang ustaz, guru agama, kiai, dan siapa pun.
Berkhalwat itu terjadi ketika seorang pria menyendiri dengan seorang wanita bukan mahramnya di suatu tempat (sunyi, jauh dari jalan atau keramaian) yang tidak mungkin orang lain untuk bergabung dengan keduanya. Pada saat itulah mereka sebenarnya sedang ditemani setan. Dari Jabir, Rasulullah bersabda, ”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai oleh mahramnya karena sesungguhnya yang ketiga adalah setan.”
Secara realita, berkhalwat menjadikan pria hanya mengenal wanita sebatas ”perempuan” sekaligus menjadikan wanita hanya mengenal pria sebatas ”laki-laki”. Keduanya akan didorong setan untuk melihat lawan jenisnya dari sudut pandang seksual semata.
Oleh karena itu, larangan berkhalwat merupakan tindakan preventif bagi pria maupun wanita dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, yang menyebabkan berbagai kerusakan. Karena khalwat merupakan sarana yang dapat mengarahkan kepada perbuatan zina yang merusak tatanan sosial kemasyarakatan. Fitnah, gosip, prasangka buruk, dan perbuatan destruktif lain akibat perbuatan berkhalwat bisa merusak hubungan baik antarmanusia, termasuk meretakkan keutuhan rumah tangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar