Jumat, 20 April 2012

ISLAM PASCA RASULULLAH

MATERI TARIKH
ISLAM PASCA  RASULULLAH
Standar kompetensi            : Memahami perkembangan Islam masa Khulafa Al-Rasyidin Bani           
                                              Umayah dan Bani Abbasiyah.
Kompetensi Dasar               : 1.  Menjelaskan Perkembangan islam pasa masa Kulafa Al-Rasyidin
                                              2.  Menjelaskan perkembangan Islam pada masa Bani Umayah
                                              3.  Menjelaskan Perkembangan Islam pada masa bani Abbasiyah
  1. Pengertian Khulafa Rasyidin
Kata Khulafaur rasyidin berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata khulafa’ (خلفاء)dan ar-rasyidin(الراشدين). Kata khulafa’ adalah bentuk jamak dari kata khalifah(خليفة). Kata khulafa’ berarti banyak khalifah, sedangkan kata khalifah menurut bahasa pemimpin atau pengganti, maksudnya adalah orang yang berada di belakang seseorang.
Kata  ar-rasyidin adalah bentuk jamak dari kata ar-rasyid (الراشد). Kata ar rasyidin berarti orang yang mendapat petunjuk (hidayah), sedangkan kata ar-rasyid menurut bahasa berarti orang yang benar, lurus atau pintar, serta arif dan bijaksana.
Jadi pengertian khulafaur rasyidin (خلفاء الراشدين) adalah orang-orang yang ditunjuk sebagai pengganti atau  pemimpin yang benar, lurus atau pintar, serta memperoleh petunjuk (hidayah), dan arif lagi bijaksana.
Dalam sejarah, tugas Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara diemban oleh sahabatnya secara berturut-turut. Termasuk penggantinya inilah yang dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin. Secara kebahasaan, Khulafaur Rasyidin berarti para khalifah yang mendapat petunjuk. Keempatnya adalah Abu Bakar (memerintah 632-634 M), Umar bin Khattab (memerintah 634-644 M), Usman bin Affan (memerintah 644-656 M), dan Ali bin Abi Thalib (memerintah 656-661 M).
Istilah Khulafaur Rasyidin dapat kita jumpai dalam hadits Rasulullah. Nabi bersabda sebagaimana berikut:
” ستفرق أمتي على ثلاثة و سبعين كلهم في النار الا واحدةً قيل : ما هي يا رسول الله ؟ قال : أهل السنة والجماعة, قيل ما هي يا رسول الله ؟ قال ما على سنتي و سنة الخلفاء الراشدين”
Artinya : “umatku akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan, semuanya akan ditempatkan di neraka kecuali satu golongan. “Apa yang satu golongan itu?” Tanya seorang sahabat. Nabi SAW menjawab: “kelompok ahlus sunnah wal jamaah” sahabat bertanya lagi,”siapakah mereka?” nabi menjawab, “mereka yang taat kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin”.
Tidak lama Khulafaur Rasyidin menjadi penerus nabi. Hanya 31 tahun dimulai dari tahun 632 M dan berakhir tahun 661 M. namun 31 tahun tersebut sangat menentukan bagi keberadaan Islam. Masa itu adalah masa konsolidasi dan masa pemantapan dasar-dasar Islam dan peradabannya. Khulafaur Rasyidin yang berhasil menyelamatkan akidah Islam dari pembangkangan kaum murtad dan nabi palsu. Khulafaur Rasyidin pula yang pertama kali berhasil membawa Islam keluar dari kungkungan padang pasir Jazirah Arab untuk menaklukkan Persia, Syam dan Mesir. Sejarah tentu akan lain jika pada saat itu Khulafaur Rasyidin gagal menunaikan tugasnya.
1.      Khalifah Pertama: Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H/ 632-634 M)
Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ketika nabi Muhammad wafat, nabi tidak berwasiat apapun tentang siapa yang akan menjadi khalifah pengganti nabi. Persoalan yang besar ini beliau serahkan kepada musyawarah umat Islam.[1] Setelah nabi wafat, golongan Anshor bermusyawarah dibalai Bani Sa’idah dipimpin oleh Sa’ad bin Ubadah berpendapat bahwa kepemimpinan umat Islam sepatutnya dipegang oleh golongan Anshor, dari golongan Muhajirin bermusyawarah di masjid Nabawi dipimpin oleh Umar bin Khattab, berpendapat bahwa yang sepantasnya memimpin umat Islam dari golongan Muhajirin.
Perbedaan tersebut dapat didamaikan dengan ucapan dari Abu Ubaidah yang mengatakan : “Hai kaum Anshar, kamu adalah orang yang pertama menolong dan membela, maka janganlah pula kamu yang pertama merusakkannya”. Dengan sadar maka bersatulah antara golongan Anshar dan golongan Muhajirin dengan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah secara aklamasi, yang pertama didahului dengan jabatan tangan Umar bin Khattab yang diikuti oleh sahabat-sahabat yang lain.
Keesokan harinya barulah dilakukan baiat umum di Masjid Nabawi . Pidato Abu Bakar setelah dibaiat adalah: “Wahai manusia, saya telah diangkat sebagai Khalifah, padahal saya bukanlah orang yang terbaik di antara kamu, maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik aka ikutilah aku, jika saya berbuat salah maka betulkanlah aku.[2]
  1. Keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar adalah sahabat Nabi SAW yang paling utama. Pengalamannya amat luas dan jasanya amat besar terhadap agama. Dia adalah seorang bangsawan Quraisy, berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan dan dermawan. Jabatannya dikala nabi masih hidup, selain menjadi saudagar yang kaya, ia adalah ahli nasab dan ahli hukum yang jujur. Dia telah merasakan pahit getirnya hidup bersama rasulullah sampai pada hari wafatnya Rasulullah. Ialah yang diserahi untuk menjadi imam shalat, karenanya umat Islam memandang ialah yang paling berhak menjadi khalifah daripada yang lainnya.
Selain itu, Abu Bakar adalah orang yang sederhana, jabatannya sebagai khalifah tidak menyebabkannya hidup bermewah-mewah. Ia tidak mau menyalahgunakan jabatannya sebagai penguasa untuk memperkaya dirinya sendiri ataupun keluarganya. Ia meninggal dalam kesederhanaan.
  1. Jasa-Jasa dan Peninggalan Abu Bakar Ash-Siddiq
Jasa-jasa Abu Bakar adalah:
1)            Memberantas nabi-nabi palsu
2)            Memerangi orang-orang yang ingkar zakat, yang beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada nabi Muhammad, setelah nabi wafat tidak ada lagi kewajiban.
3)            Memberantas orang-orang murtad, yang belum memahami tentang Islam.
4)            Menghimpun Al Qur’an atas usulan Umar bin Khattab dengan alasan:
a)            Banyak penghafal Al Qur’an yang gugur syahid.
b)            Tulisan yang ada di pelepah-pelepah kurma, batu-batu tulang, dikhawatirkan rusak dan hilang.
c)            Untuk menjaga kemurnian Al Qur’an, penulisan tersebut diserahkan kepada Zaid bin Tsabit dan disimpan oleh khalifah Abu Bakar.
5)            Memperluas wilayah penyebaran agama Islam ke Hiroh (dijadikan pusat pertahanan dan ibu kota di luar Arab), Anbar dan Persia, Daumatul Jandal, Yarmuk, Syam (pernah dikuasai tentara Romawi), dan Syria. Abu Bakar menugaskan empat panglima perangnya untuk menguasai Syria dari Romawi Timur yang dipimpin oleh Kaisar Heraklius. Mereka adalah Yazid bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus, Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan di Horns, Amr bin Ash ditugaskan di Palestina, dan Surahbil bin Hasanah di Yordan
Peninggalan Abu Bakar:
1)        Mushaf Al Qur’an.
2)        Wilayah kekuasaan Islam.
3)        Semangat, tekad, sikap untuk berpegang pada kebenaran dan berkorban jiwa harta demi membela agama Islam.  
2.      Khalifah Kedua: Umar bin Khattab (13-23 H/ 634-644 M)
Proses Pengangkatan Umar Bin Khattab
Pada tahun 634 M, ketika pasukan muslim sedang bergerak menaklukkan Syam, Abu Bakar jatuh sakit. Saat itulah Abu Bakar berfikir untuk menunjuk satu orang sebagai penggantinya. Pilihannya jatuh pada Umar bin Khattab, pandangannya yang jauh membuat Abu Bakar yakin bahwa Umar adalah yang tepat untuk menggantikannya.
Meskipun begitu, sebelum menentukan Umar, Abu Bakar meminta penilaian para sahabat besar mengenai Umar. Ia bertanya kepada Abdur Rahman bin Auf, Usman bin Affan dan Asid bin Hudhair Al-Anshary, Said bin Zaid, dan sahabat-sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Pada umumnya mereka menyepakati pilihan Abu Bakar.  Dengan meninggalnya Abu Bakar pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M dalam usia 63 tahun, maka pemerintahan Islam langsung dipegang oleh Umar bin Khattab yang telah ditunjuk oleh Abu Bakar dan disetujui oleh seluruh umat Islam secara aklamasi dengan tidak meninggalkan asas demokrasi Islam. Dengan hati yang ikhlas mereka semua ikut membaiat Umar sebagai Khulafaur Rasyidin II. Maka demikianlah, kaum muslim pada tahun 634 M(13 H) membaiat Umar sebagai Khalifah.
Keutamaan Umar bin Khattab
Umar adalah seorang yang keras dan tegas. Karena ketegasan dan kekerasannya membedakan yang benar dari yang salah, ia dijuluki dengan “Al-Faruq”, artinya pembeda antara yang benar dan yang salah. Bahkan ia pernah menghukum cambuk anaknya sendiri karena meminum khamr. Bagi Umar, ketegasan pelaksanaan hukum harus dikenakan tehadap siapapun tanpa pandang bulu. Khalifah Umar juga gampang tersentuh hatinya melihat kesusahan umatnya. Ia juga seorang pemimpin yang rendah hati, demi memperhatikan kesejahteraan umatnya, Umar tidak segan-segan meninjau langsung kondisi kesejahteraan umat. Itulah kebijaksanaan Umar saat menjabat sebagai khalifah.
 Jasa-Jasa dan Peninggalan Umar bin Khattab
1)      Umar bin Khattab membagi daerah Islam menjadi beberapa wilayah atau propinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur:
  • Propinsi Kufah dipimpin Sa’ad bin Abi Waqosh.
  • Propinsi Basrah dipimpin Utbah bin Khazwan.
  • Propinsi Fustat (Mesir) dipimpin Amru bin Ash.
2)      Membentuk dewan-dewan.
3)      Menetapkan tahun Hijriyah sebagai tahun baru Islam.
4)      Membangun dan memperindah masjid-masjid seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Amru bin Ash di Mesir. 
3.      Khalifah Ketiga: Usman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M)
Proses Pengangkatan Usman bin Affan Sebagai Khalifah
Ketika Umar merasakan ajalnya sudah dekat, ia menunjuk enam orang sahabatnya yang terpilih menjadi dewan di zamannya. Salah satu dari sahabat itu dipilih dan yang mendapat suara tebanyak akan menjadi Khalifah. Enam orang calon sebagai penggantinya terdiri dari:
  • Usman bin Affan
  • Ali bin Abi Thalib
  • Thalhah bin Ubaidillah
  • Zubair bin Awwam
  • Sa’ad bin Abi Waqqash
  • Abdurrahman bin Auf.
Dewan ini bertugas memilih salah seorang di antara mereka yang akan menggantikan sebagai Khalifah ketiga. Abdur Rahman bin Auf ditunjuk sebagai ketua panitia pemilihan, sedangkan proses pemilihan adalah musyawarah untuk mufakat.
Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah 23 H, Khalifah Umar yang hendak mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Perutnya ditikam oleh Abu Lu’luah Fairus, seorang budak dari Persia, milik Mughirah bin Syu’ban. Abu Lu’luah menikam Umar karena merasa kesal dengan kata-kata Umar kepadanya sehari sebelumnya.
Sesudah Umar wafat, Abdur Rahman bin Auf memulai tugasnya dengan menghimpun pendapat dari anggota dewan dan dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Anshar, begitu pula mendengar pendapat dari rakyat kecil. Dari usahanya itu, disampaikan bahwa umumnya kaum muslimin mencalonkan dua orang unggulan yaitu Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Dalam pemilihan timbul kesulitan dalam menetapkan calon Khalifah. Kesulitan tersebut timbul karena:
1)         Berdasarkan pendapat umum, mayoritas masyarakat menginginkan Usman bin Affan menjadi khalifah.
2)         Di kalangan anggota dewan timbul perbedaan pendapat. Abdur Rahman bin Auf cenderung memilih Usman bin Affan, sedangkan Sa’ad bin Abi Waqosh memilih Ali bin Abi Thalib.
3)         Thalhah bin Ubaidillah, salah satu diantara enam calon khalifah masih berada di luar kota, sehingga belum diketahui pendapatnya.
Bekat ketekunan dan kebijaksanaan Abdur Rahman bin Auf, maka terpilihlah Usman bin Affan menjadi Khalifah pada usia 70 tahun pada tahun 23 H (644 M), kemudian Ali-pun mengucapkan baiat kepada Usman bin Affan
Pada hari Rabu waktu Shubuh, 4 Dzulhijjah 23 H, Khalifah Umar yang hendak mengimami shalat di masjid mengalami nasib naas. Perutnya ditikam oleh Abu Lu’luah Fairus, seorang budak dari Persia, milik Mughirah bin Syu’ban. Abu Lu’luah menikam Umar karena merasa kesal dengan kata-kata Umar kepadanya sehari sebelumnya.
Keutamaan Usman bin Affan
Usman bin Affan termasuk salah seorang yang pertama masuk Islam . ia pernah menjadi sekretaris Rasulullah menuliskan wahyu dan di zaman Abu Bakar ia menjadi penasihat Khalifah. Usman bin Affan juga terkenal dengan kesholehan dan kejujurannya dalam agama. Dia pernah menafkahkan sebagian hartanya untuk memajukan Islam. Dia disayangi oleh Rasulullah sampai dinikahkan dengan putrinya Ruqayyah , setelah Ruqayyah wafat dinikahkan dengan putrinya yang lain Ummu Kultsum. Oleh karena itu Usman diberi gelar Dzun Nurain yang artinya mempunyai dua cahaya dan pernah hijrah dua kali ke Habasyah dan ke Madinah.
Jasa-Jasa dan Peninggalan Khalifah Usman bin Affan
1)        Membangun dan memperindah Masjid Nabawi di Madinah.
2)        Mengadakan penulisan dan penggandaan Al Qur’an yang dikenal dengan Mushaf Usmani atau Mushaf al Imam. Panitia penggandaan terdiri dari: Zaid bin Tsabit sebagai ketua dengan anggotanya yaitu Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam. Hasilnya sebanyak lima mushaf, satu disimpan oleh Khalifah Usman, sisanya masing-masing dikirim ke Makkah, Syria, Basrah dan Kufah.
3)        Membangun angkatan laut yang tangguh untuk menangkis serangan musuh terutama melawan pasukan Romawi yang ingin merebut kota Iskandariyah.
4)        Memperluas wilayah Islam sampai ke Armenia, Afrika (Tunisia), Tripoli (Libya) dan Azerbaijan serta kepulauan Cyprus kemudian dilanjutkan ke Konstantinopel, Turki dan negara-negara Balkan (Yugoslavia dan Polandia).
Usman adalah orang yang lemah lembut dan dermawan. Namun dikarenakan  kelembutan dan sifat dermawannya tersebut, Usman bin Affan banyak dimanfaatkan oleh family-familinya dalam menduduki jabatan pemerintahan sehingga terkenal dengan family system. Akhir pemerintahan Usman muncul seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dengan tujuan mengadu domba umat Islam untuk menghancurkan Islam. Orang tersebut bernama Abdullah bin Saba’ yang menyebarkan fitnah kesana kemari yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Usman oleh Al Ghofiqi.
4.      Khalifah Keempat Ali bin Abi Thalib (35 – 40 H/ 656 – 661 M)
Proses Pengangkatan Ali bin Abi Thalib
Saat akhir kepemimpinan Khalifah Usman, banyak sekali terjadi fitnah disana sini. Kaum pemberontak mengepung rumah Usman bin Affan. Beberapa sahabat yang utama mengirim putra masing-masing untuk melindungi jiwa Khalifah Usman bin Affan. Setelah pengepungan sampai pada hari ke delapan belas, Usman meminta bantuan kepada Muawiyah dan kepada wali-wali lain. Mengetahui hal tersebut, para pemberontak kian marah dan sebagian mereka masuk kediaman Khalifah Usman. Mereka memukul Khalifah Usman dengan pedang sehingga membawa kematiannya dan merampas hartanya, keadaan kacau dan berbaur antara anti Usman dan pro Usman. Kejadian nista yang menyedihkan itu terjadi pada tahun 35 H (656 H).
Selain itu Ali bin Abi Thalib juga mengirim anaknya Hasan dan Husain untuk ikut melindungi Usman. Namun itu tak mampu mencegah bencana yang menimpa Khalifah Usman. Pembunuhan secara keji ini menyisakan suasana mencekam, terutrama di Madinah. Tidak ada satu pemimpin yang bisa menunjukkan apa yang harus dilakukan. Keadaan ini berlangsung beberapa kali. Beberapa sahabat seperti Zubair bin Awwam dan Tholhah bin Ubaidillah ingin membaiat Ali sebagai khalifah. Namun Ali belum mengambil tindakan apapun.
Setelah didesak terus-menerus, akhirnya Ali bersedia dibaiat sebagai Khalifah pada 24 Juni 656 M bertempat di Masjid Nabawi.
Keutamaan Ali bin Abi Thalib
Ali adalah seorang yang zuhud dan sederhana. Ia tidak senang dengan kemewahan hidup, bahkan menentangnya. Ali bin Abi Thalib adalah perwira yang tangkas, cerdas, tangkas, teguh pendirian, dan pemberani. Tak ada yang meragukan keperwiraanya. Berkat keperwiraannya tersebut, Ali mendapat julukan Asadullah yang artinya singa Allah. Karena ketegasannya, ia tidak segan-segan mengganti pejabat gubernur yang tidak becus mengurusi kepentingan umat Islam.
Jasa-Jasa dan Peninggalan Khalifah Ali bin Thalib
1)        Khalifah Ali mengganti gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman yang kebanyakan dari family-famili khalifah tanpa memperhatikan kemampuan, keadilan dan akhlak mereka (hanya mementingkan pribadinya). Tindakan ini menimbulkan akibat  antara lain munculnya tiga golongan (golongan Ali, golongan Aisyah, dan golongan Zubair dan Tholhah., meletusnya perang Jamal, perselisihan antara Ali dan Muawiyah dan terjadinya perang Shiffin. Akibat dari perang Shiffin ini, muncullah Khawarij dan Syiah.
2)        Menarik kembali tanah milik Negara dan harta baitul Mal yang dibagi-bagikan kepada pejabat dan family-famili khalifah Usman biarpun ditentang oleh para gubernur lama. Kemudian dikembalikan fungsinya untuk kepentingan Negara dan golongan lemah.
3)        Memerintahkan kepada Abul Aswad Ad Duali untuk mengarang buku tentang pokok-pokok ilmu Nahwu (Qoidah Nahwiyah) untuk mempermudah orang membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
4)        Membangun kota Kufah yang kemudian dijadikan pusat pengembangan ilmu pengetahuan Nahwu, Tafsir, Hadis dan lain-lain. Pada akhirnya khalifah Ali dibunuh oleh Ibnu Muljam dari golongan Khawarij.



Kebijakan dan Strategi Khulafaur Rasyidin
Kurang lebih 30 tahun para khulafaurrasyidin memimpin umat Islam. Mereka banyak sekali mengambil kebijakan-kebijakan guna menyelamatkan kaum muslimin. Kebijakan-kebijakan itu antara lain:
Memerangi Kaum Murtad
Kematian Rasulullah mengguncang keimanan kaum muslimin. Lebih-lebih mereka yang baru masuk Islam. Hal inilah yang melahirkan orang-orang murtad dan enggan membayar zakat. Hal itu juga yang menyebabkan munculnya nabi-nabi palsu, antara lain Musailamah bin Habib Al-Kadzab dari Yamamah, Tulaikhah dari Bani Asad, Zut Taj Laqit bin Malik dari Oman, Aswad Al Ansi dari Yaman, bahkan ada perempuan yang mengaku nabi bernama Sajah dari Bani Tamim dari Yaman.
Dalam hal menghadapi nabi palsu, Abu Bakar bersikap tegas. Setelah mereka tidak mau bertaubat, Abu Bakar akan mengirim pasukannya dengan panglima terbaiknya untuk memerangi mereka. Peperangan tersebut disebut dengan Perang Riddah, berlangsung pada tahun 633 M.
Pembukuan Al Qur’an
Umar bin khattab merasa khawatir akan banyaknya para sahabat penghafal Al- Qur’an yang gugur di medan perang sebagai syahid, hal itu membuatnya menghadap Abu Bakar untuk mengatakan perlunya mencatat semua hafalan Al Quran para sahabat yang masih hidup, sehingga Al Qur’an dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Sesungguhnya Abu Bakar bimbang untuk mengambil keputusan ini, karena Rasulullah belum pernah melakukan pencatatan Al Qur’an, akan tetapi Umar berhasil meyakinkan Abu Bakar. Akhirnya Abu Bakar mengusulkan Zaid bin Tsabit untuk memimpin pengumpulan Al Qur’an.
Sesungguhnya banyak sekali ragam cara membaca al qur’an , hal itu hampir saja menjadi pencetus perang saudara karena berselisih paham tentang cara membaca Al -Qur’an. Kondisi ini akhirnya dilaporkan oleh Huzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Khalifah Usman akhirnya melakukan penyeragaman cara baca Al Qur’an. Cara baca inilah yang kemudian dipakai oleh kaum muslimin sampai sekarang. Dalam menyusun cara membaca Al Qur’an ini, Usman berpatokan pada Al Qur’an yang telah disusun oleh Abu Bakar. Khalifah Usman mengharuskan kaum muslimin untuk menggunakan salinan Al Qur’an yang telah disebarkan tersebut, sedang yang lainnya dibakar. Mushaf-mushaf inilah yang dikenal Mushaf Usmani.
 Keberhasilan-Keberhasilan Ekspedisi Militer
Dalam perkembangan kaum muslimin harus menghadapi dua kekuatan. Yakni Byzantium dan Sasaniah. Ke wilayah Sasaniah, kaum muslimin diwakili oleh Musannah bin Haritsah yang menyerbu Irak., tinakan ini disusun oleh Abu Bakar yang mengutus Khalid bin Walid untuk membantu Musannah. Sasaniah baru sepenuhnya dikuasai oleh pasukan muslim pada masa Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 637 M ke arah Byzantium, keberhasilan pertama dilakukan oleh Usman bin Zaid dan pasukannya pada masa awal Khalifah Abu Bakar. Setelah itu pengiriman pasukan dilakukan besar-besaran. Ditambah dengan kedatangan panglima Khalid bin Walid setelah sukses merebut Hirrah. Pada tahun 636 M, dalam satu pertempuran dahsyat yang dikenal dengan nama Perang Yarmuk, pasukan muslim membuktikan keunggulannya. Setelahnya Syam, Persia, Mesir, Iskandariyah jatuh ke tangan muslim. Dari sini kemudian pasukan muslim bergerak ke Afrika Utara.
Kesuksesan tentara muslim ini salah satunya karena didukung oleh angkatan laut yang kuat yang didirikan pada masa Khalifah Usman oleh gubernur Syam, Muawiyah bin Abi Sufyan.
Penataan Pemerintah
Pada masa pemerintah Khalifah Abu Bakar, sistem pemerintahan masih menganut pada sistem yang pernah diterapkan pada masa nabi Muhammad SAW. Pada masa nabi, sistem pemerintahan bersifat Sentralistik, dimana kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada satu tangan. Akan tetapi, pada masa pemerintahan Umar bin Khattab semua berdiri sendiri bahkan terjadi desentralisasi. Setiap wilayah atau daerah memiliki kewenangan mengatur pemerintahan dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah pusat. Untuk itu, Khalifah Umar bin Khattab membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempuna, tanpa mengikuti atau mencontoh sistem pemerintahan yang lain. Pada masa pemerintahannya, terdapat dua lembaga penasehat, yaitu majelis yang  bersidang atas pemberitahuan atau informasi umum, dan majelis yang hanya membahas masalah-masalah yang sangat penting. Untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan, khalifah membentuk beberapa lembaga atau organisasi ketatanegaraan yang didasari atas hasil pemikiran dan ijtihad Khalifah Umar bin Khattab. Organisasi-organisasi  tersebut antara lain, misalnya:
Pembentukan Lembaga Politik (Al Nidzam Al-Siyasiyah) yang meliputi:
1)        Al-Khilafah, sistem ini terkait dengan pemerintahan sistem khalifah.
2)        Al-Wizariyah, para wazir atau menteri yang membantu Khalifah dalam urusan pemerintahan.
3)        Al-Kitabah, sistem ini terkait dengan masalah pengangkatan seseorang untuk menjabat sekretariat Negara.
  1. Al-Nidzam Al-Idary yaitu sistem pemerintahan yang berkaitan dengan tata usaha administrasi Negara.
  2. Al-Nidzam Al-Maly, organisasi keuangan Negara, lembaga ini mengelola masuk keluarnya uang Negara. Untuk itu dibentuk Baitul Mal.
  3. Al-Nidzam Al-Harby, yaitu sistem pemerintahan yang berkaitan dengan masalah ketentaraan. Organisasi ini mengurusi masalah ketentaraan, masalah gaji tentara, urusan persenjataan, pengadaan asrama-asrama dan benteng-benteng pertahanan.
  4. Al-Nidzam Al-Qadha’i, yaitu sistem yang berkaitan dengan masalah kehakiman, yang meliputi masalah pengadilan, pengadilan banding dan pengadilan damai. 
Pengelolaan Keuangan
Dalam hal pengelolaan keuangan dibentuklah Diwan. Diwan adalah bahasa Persia yang berarti daftar atau catatan. Diwan pertama kali dibentuk oleh Khalifah Umar Bin Khattab. Diwan yang pertama kali dibentuk adalah diwan yang mengurusi pendapatan dan pembelanjaan keuangan daerah. Uang-uang yang mengalir pada Diwan ini berasal dari wilayah taklukan Persia, Syam, Mesir selain itu juga berasal dari zakat, jizyah (pajak) yang dikenakan kepada setiap nonmuslim, dan kharraj (pajak tanah) yang dikenakan atau tanah yang dimiliki nonmuslim.
Ibrah Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Ibrah atau pelajaran yang dapat diambil dari kepemimpinan Khulafaurrasyidin adalah meneladani prestasi-prestasi yang dicapai. Khalifah Abu Bakar As Siddiq merupakan salah satu sosok pemimpin yang tegas dan teguh memegang kebenaran. Khalifah abu bakar as siddiq segera memberantas suatu gerakan yang dinilai menyalahi Islam, tanpa memberi kesempatan gerakan tersebut berkembang.
Khalifah Umar bin Khattab merupakan salah satu pemimpin yang meletakkan dasar-dasar demokrasi dalam Islam. Beliau benar-benar memperhatikan  dan mengutamakan kepentingan rakyat. Dalam pemerintahana beliau pejabat yang benar-benar dapat dipercaya. Khalifah umar bin khattab juga membuka diri untuk menerima suara langsung dari rakyat.
Khalifah Usman bin Affan merupakan salah satu pemimpin yang lemah lembut dan sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya. Beliau lebih suka mengadakan pendekatan persuasif jika terjadi gejolak.
Adapun Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemimpin yang disiplin, tegas dan keras dalam membela kebenaran yang diyakininya daripada persatuan. Khalifah Ali bin Abi Thalib juga menjunjung tinggi keputusan yang sudah menjadi kesepakatan mayoritas.
Meneladani Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin yang terdiri atas empat sahabat nabi Muhammad SAW mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Khalifah Abu Bakar As-Siddiq mempunyai karakter lembut dan tegas. Dalam suasana Negara yang kacau, pemimpin yang berkarakter seperti Khalifah Abu Bakar As-Siddiq sangat diperlukan. Dengan kelembutannya, Khalifah Abu Bakar As-Siddiq dapat menginsafkan orang-orang yang terbujuk berbuat makar. Sementara itu, orang-orang yang bersikap merongrong dihadapi secara tegas oleh Khalifah Abu Bakar As Siddiq.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, situasi Negara aman. Dalam kondisi seperti itu perlu pemimpin yang mempunyai karakter seperti Umar bin Khattab yaitu cerdas, tegas dan mengutamakan kepentingan rakyat. Kecerdasan Umar bin Khattab sangat diperlukan untuk membangun dasar-dasar kemasyarakatan yang Islami.
Situasi Negara pada masa Khalifah Usman bin Affan benar-benar sudah aman. Kemakmuran sudah tercapai di segenap lapisan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, karakter pemimpin yang saleh, penyantun, dan sabar sangat diperlukan. Dengan karakter seperti khalifah Usman bin Affan tersebut kemakmuran rakyat dapat tercapai, baik jasmani maupun rohani.
Pada masa peralihan kekuasaan dari khalifah Usman bin Affan kepada Ali Bin Abi Thalib, kekacauan kembali terjadi. Dalam kondisi seperti ini karakter pemimpin yang tegas dan mengutamakan kebenaran sangat diperlukan. Khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai karakter yang tepat. Ketegasan Ali bin Abi Thalib dalam membela kebenaran mirip dengan Khalifah Umar bin Khattab.

Selasa, 06 Desember 2011

Perjalanan Mencari Kebenaran, Seorang Laki-laki bernama Salman al-Farisi

 Perjalanan Mencari Kebenaran, Seorang Laki-laki bernama Salman al-Farisi 
Penulis : Dr. Saleh as-Saleh 
Perjalanan Mencari Kebenaran 
Mukadimah 
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Yang kami memuji-Nya, kami memohon pertolongan dan pengampunan dari-Nya, kami berlindung dari kejelekan jiwa-jiwa kami dan keburukan amal-amal kami. Barangsiapa yang mendapatkan petunjuk Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya, tidak ada yang dapat menunjukinya. 
Saya bersaksi bahwasanya tiada Ilah yang Haq untuk disembah melainkan Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah . Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam atas nabi terakhir, Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya yang mulia. 
Di masa sekarang ini, banyak orang ingin tahu akan Islam, tetapi pengetahuan mereka mengenai agama ini bervariasi. Pengetahuan mereka mungkin diperoleh melalui artikel, buku, atau bagian dari sebuah buku rujukan yang mereka baca di sekolah. Mereka mungkin mengetahui sebagian orang Muslim, melewati sebuah Masjid, menonton film dokumenter atau berita malam, atau mungkin telah mengunjungi negara Muslim. Bagi sebagian orang, Islam ‘hanyalah sebuah agama yang lain’, tetapi untuk sebagian besar lainnya, Islam telah menjadi sesuatu yang menarik untuk dicermati. 
Saya menulis buku ini bagi mereka yang selalu mencari dalam diri mereka jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dimilikinya. “Siapa Aku? Siapakah Tuhan yang sebenarnya? Apakah jalan keselamatan yang sebenarnya? Apakah Islam itu? Jika saya menjadi seorang Muslim, apa artinya bagi diriku, keluargaku, dan masyarakat secara luas?” 
Sekarang ini, banyak orang yang menyadari bahwa semua kemajuan materaialistik dan sekular yang terjadi di dalam masyarakat telah melahirkan kevakuman spiritual, yang pada gilirannya membawa kepada persoalan-persoalan sosial, ekonomi, politik dan psikologi. Untuk alasan inilah, orangorang yang sebelumnya berkata: “Mari kita jalani hidup ini dan menikmatinya.” atau “Hai! Kita tidak ingin mengenal Tuhan,” sekarang ini kembali mencari kebenaran. Mereka mengajukan pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan di atas.
Hal ini karena fitrah manusia mengenal baik dan buruk, dan apa yang benar dan yang dusta. Tidak merasa nyaman ketika sifat-sifat Allah direndahkan, dan juga ketika sifat-sifat manusia dihubungkan dengan-Nya. Ia (fitrah manusia-pent.) mengetahui bahwa tidak mungkin ada lebih dari satu.
Tuhan yang haq, dan karenanya hanya ada satu agama yang benar yang diterima oleh-Nya. Allah tidak meminta sebagian dari ciptaan-Nya untuk menyembah-Nya semata, manakala (pada saat yang sama) memerintahkan untuk menyembah Yesus, Budha, api, cahaya, Khrisna, Josept Smith, matahari, bulan, Khomeini, Rama, kuil, para Nabi, Eliyah, Farakhan, salib, pohon, para wali, para pendeta, rahib, atau lainnya.
Segalah sesuatu selain Allah adalah mahluk! Mereka tidak sempurna. Mereka membutuhkan yang lainnya, tetap Allah Maha Kaya. Dia lah Yang Awal dan tidak ada sesuatu sebelum-Nya, dan Yang Akhir, dan tidak ada sesuatu setelahNya. Kepada-Nya lah semuanya kembali. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada manusia yang memberi-Nya nama Allah, sebaliknya Dia lah yang memberikan nama ini bagi diri-Nya.
Artinya ‘Satu-satunya Sesembahan yang haq Yang patut dibadahi’. Dia bukanlah tuhan dari suatu kaum atau suku. Dia adalah Pencipta segala sesuatu. Oleh karena itu, hanya Allah saja yang berhak memperoleh ketundukan kita, dan Dia menyebutkan ketundukan ini dengan ‘Islam’. Namun demikian, kebingungan terjadi pada sebagian manusia ketika orang-orang mulai menyembah mahluk, baik itu bernyawa ataupun tidak bernyawa, selain Allah!
Dalam wahyu yang terakhir diturunkan kepada manusia, Al-Qur’an, Allah secara jernih menjelaskan tujuan penciptaan manusia di dunia. Secara lahir dan batin, manusia diseru untuk hidup yang sejalan dengan ketetapan Allah. Inilah arti ibadah dalam Islam, dan inilah tujuan kita semua diciptakan. Namun demikian, ada orang-orang yang mengakui Allah sebagai Satu-satunya Tuhan yang haq untuk disembah disembah, tetapi tidak menjalani kehidupannya sesuai dengan perintah Allah. Ibadah mereka menyelisihi apa yang dari Islam.
Mereka bukanlah orang-orang yang atas mereka penilaian akan kriteria islam dijatuhkan. Islam adalah agama yang sempurna, tetapi orang-orang (yang menganutnya) tidak.
Kita diseru untuk masuk ke dalam Islam. Tujuan dari buku ini adalah untuk menyeru kepada manusia untuk mencari keselamatan mereka dengan menelaah kisah sebuah pencarian panjang oleh seseorang yang bernama Salman Al-Farisi.
Kenapa tidak?
Apakah kita mengetahui semuanya? Ketika kita mengetahui bahwa kita bahkan tidak memiliki udara yang kita hirup, dan bahwa kita tidak diciptakan secara sia-sia, dan kita tidak menciptakan diri kita sendiri, maka adalah wajar ketika seseorang memiliki keinginan untuk mengenal lebih jauh tentang Allah, Yang Menciptakan kita, Memberi kita Kehidupan, dan Dia yang suatu hari akan memanggil kita kembali kepada-Nya. Pada hari itu, akan ada kenikmatan abadi atau siksaan abadi.
Salman dan Kisahnya

Awal

Tidak ada seorang pun yang dapat mengabarkan kisah Salman lebih baik dari dirinya sendiri. Salman menceritakan kisahnya kepada salah seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad yang bernama Abdullah bin Abbas , yang kemudian menceritakannya kembali kepada yang lainnya.(1) Ibnu Abbas berkata:
Salman berkata, “Aku seorang dari bangsa Persia yang berasal dari Isfahaan(2) dari sebuah desa yang dikenal dengan nama Jayyun. Ayahku adalah kepala desa. Baginya, aku adalah mahluk Allah yang paling dicintainya. Cintanya kepadaku sampai pada batas dimana dia mempercayaiku untuk mengawasi api(3) yang dia nyalakan. Dia tidak akan membiarkannya mati.”
 Ini adalah sebuah petunjuk akan sikap baik seorang anak kepada ayahnya. Disini Salman menggunakan nama yang benar dari Tuhan yang haq, Allah. Nama Allah adalah nama yang sama digunakan oleh seluruh Nabi dan Rasul . Allah adalah nama Tuhan yang sama dalam bahasa Ibrani dari nabi kita Isa .
Sebuah Agama yang Berbeda?
“Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orangorang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan.”
.
Munculnya Ketertarikan
“Ketika saya melihat mereka, saya menyukai shalat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku), ‘Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami’”
Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta.
“Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku.”
Salman kemudian merenungkan agama ini yang pada saat itu dianggapnya sebagai keimanan yang benar. Sebuah perspektif dan hati yang baik yang terisi kesabaran adalah kemuliaan yang dibutuhkan untuk membebaskan diri seseorang dari batas-batas pemikiran seperti:
“Baiklah saya akan mencari tahu, tetapi saya sangat sibuk sekarang,” dan lain-lain. Kematian mungkin saja mengetuk pintu lebih cepat daripada yang diharapkan.
 “Saya bertanya (yakni kepada orang-orang di gereja), ‘Darimana asal agama ini?”
Mencari tahu asalnya adalah petunjuk bagi orang-orang yang ingin mencari agama yang benar. Asal dan intisari (pokok) adalah istilah-istilah mendasar yang membantu dalam proses pencarian. Darimana asal agama Islam dan apa isi pokok (ajarannya)? Islam datang dari Allah , Pencipta, Tuhan yang haq, dan intinya adalah berserah diri kepada-Nya .
Mereka menjawab: ‘Dari Syam(4)’. Kemudian saya kembali kepada Ayahku yang sedang khawatir dan mengirim (seseorang) untuk mencariku. Ketika saya tiba dia bertanya. “Wahai anakku! Dari mana engkau? Bukankah aku mempercayakanmu untuk sebuah tugas?” Saya berkata, “Wahai ayah, saya melewati orang-orang yang sedang shalat dalam gereja mereka dan saya menyukai agama mereka. Saya tinggal bersama mereka sampai matahari terbenam.’
” Ini adalah kejujuran menakjubkan yang ditunjukkan oleh seseorang yang mengetahui dengan benar bahwa ayahnya sangat komitmen terhadap agamanya. Ini adalah bentuk keterbukaan yang harus dimiliki oleh seseorang yang mencari kebenaran.
Penentangan

“Ayahku berkata, ‘Wahai anakku! Tidak ada kebaikan pada agama itu, agamamu dan agama ayahmu dan agama nenek moyangmu lebih baik.’”
Ini adalah topik dari semua orang yang taklid buta dalam perkara keimanan. Ini mengingatkan kita kepada firman Allah ,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”. (QS Al-Fushilat [41] : 26)
بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ
“Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”.” (QS Az-Zukhruf [43] : 22)
قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا
“Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”.” (QS Luqman [31] : 21)
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الأوَّلِينَ
“Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.” (QS Al-Mu’minuun [23] : 24)
Seringkali, jika anda berbicara dengan orang yang masuk Islam dari agama lain, mereka berkata bahwa mereka mendengar (sesuatu) yang sama (dengan) yang Allah sebutkan mengenai orang-orang kafir. Perkara ini adalah sama. Ia datang dalam bentuk, “Apakah kamu akan meninggalakan agama bapakmu dan nenek moyangmu?” Tidak hanya itu, tetapi orang tua dan keluarga secara luas berdiri berhadapan (maksudnya menentang-pent.) dengan sang muallaf. Besarnya penentangan ini bisa berupa keadaan atau ancaman terhadap kehidupan sampai pada boikot. Ini adalah kecenderungan umum, namun demikian, ada beberapa kasus penentangan yang sangat sedikit bahkan netral.
“Saya berkata, ‘Tidak, demi Allah, ini lebih baik dari agama kita.’”
Salman mencintai ayahnya, tetapi dia tidak menyanjungnya. Dia tidak berkompromi mengenai apa yang dia rasakan pada saat itu sebagai kebenaran. Apa tanggapan ayahnya?
Salman berkata, “Dia mengancamku, merantai kedua kakiku dan memenjarakanku di rumahnya.”
Seorang ayah menyakiti anaknya tercinta untuk mengubah pendiriannya dari mencari kebenaran. Banyak Nabi ditentang, dituduh, dianiaya oleh anggota keluarganya sendiri karena penentangan mereka terhadap ‘tradisi turun temurun’! Apakah Salman berhenti samapai disana?
Jalan Keluar
Ia berkata, “Saya mengirimkan pesan kepada kaum Nasrani tersebut meminta mereka memberi kabar akan kedatangan para pedaganng Nasrani dari Syam. Rombongan pedagang tiba dan mereka mengabariku, maka kukatakan (kepada orang-orang Nasrani tersebut) untuk memberi tahu kapan rombongan pedagang itu menyelesaikan urusannya dan bergerak kembali ke negrinya. (Lalu) saya dikabari (oleh mereka) ketika orang-orang Syam telah menyelesaikan perdagangan mereka dan bersiap-siap untuk kembali ke negrinya, maka saya lepaskan rantai dari kakiku dan mengikuti rombongan itu sampai tiba di Syam.
” Dia tidak menyerah pada perintah zalim ayahnya. Dia bertekad untuk kebenaran, yang akhirnya membawanya mengetahui kebenaran mengenai Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa ta’ala.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS Al-Ankabut [29] : 69)
Salman berketetapan hati dan mulai mencari kebenaran, tidak perduli kenyataan bahwa negeri tersebut jauh dan asing baginya. Allah Subhanahu wa Ta’ala , mengetahui kejujurannya, membimbingnya dengan memudahkan baginya untuk mendapatkan sesuatu yang dipergunakan untuk melakukan perjalanan ke Syam.
Inilah dia, Tetapi…!

“Pada saat kedatanganku, saya bertanya, “Siapakah yang paling alim diantara semua orang dari agamamu ini?’
” Salman mencari kebenaran yang nyata, dan karenaya dia mencari orang yang paling beriman diantara penduduk Syam. Kenapa tidak? Orang-orang menyukai makanan terbaik, pasangan terbaik, dan pakaian terbaik. Salman mencari yang terbaik dalam hal keimanan.
 “Mereka berkata, ‘Pendeta, (dia ada) di dalam gereja.’ Saya datang kepadanya dan berkata, ‘Saya menyukai agama ini, dan saya ingin menyertaimu dan berkhikmad di gereja, agar saya dapat belajar darimu dan shalat bersamamu.’
” Salman menyadari sejak awal bahwa ilmu hanya dapat diperoleh dengan menyertai ahlinya (orang yang memiliki ilmu-pent.). Sebagai balasannya, dia siap menawarkan dirinya sebagai pelayan dari pendeta tersebut. Kerendahan dari oang-orang yang mencari kebenaran membawa mereka lebih dekat dan lebih dekat kepada kebenaran itu. Tidak adanya sikap rendah diri ini, berlaku sombong; orang-orang melihat tanda-tanda kebenaran, tetapi keangkuhannya membawa mereka kepada kehancuran.
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (QS An-Naml [27] : 14)
Harta, status sosial, dan faktor-faktor materi lainnya seharusnya tidak menahan seseorang dari mencari kebenaran, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap masa depannya. Semua hal ini akan hilang, dan orang tersebut akan memasuki kuburnya tanpa sesuatu apapun kecuali amal-amalnya. Amal-amal ini adalah yang berada dalam hati (iman), dan dari perkataan dan perbuatan anggota badan, yang merupakan manifestasi dari amalan-amalan hati. Apakah aku telah berserah diri kepada Penciptaku? Apakah aku hidup menuruti perintah-Nya sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan oleh ajaran Rasul terakhir, Muhammad ? Hanya inilah yang akan bermanfaat pada Hari Pengadilan.
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ
إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orangorang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS Asy-Syu’araa [26] : 88-89)
“Dia (pendeta itu) berkata, ‘Engkau boleh masuk dan tinggal bersamaku,’ maka saya pun bergabung bersamanya.” Setelah beberapa waktu, Salman menemukan sesuatu pada pendeta tersebut. Dia adalah seorang laki-laki yang buruk yang memerintahkan dan menganjurkan kaumnya untuk membayar sedekah, hanya untuk menyimpannya bagi dirinya sendiri. Dia tidak memberikannya kepada orang-orang miskin. Dia telah menimbun tujuh guci emas dan perak!
“Saya membencinya karena perbuatannya.”
Jelas bahwa kebenciannya terhadap sang pendeta tidak menghentikannya mencari kebenaran. Allah Ta’ala menunjukinya, mengetahui keikhlasannya dalam mencari kebenaran.
“Dia (pendeta itu) meninggal. Orang-orang Nasrani berkumpul untuk menguburkannya. Saya memberitahu mereka bahwa dia adalah seorang yang jahat, yang memerintahkan dan mendorong orang-orang untuk memberikan kepadanya sedekah hanya untuk disimpannya sendiri, dan dia tidak memberikannya kepada orang-orang miskin. Mereka berkata, ‘Bagaimana engkau mengetahuinya?’ Saya menjawab, ‘Saya dapat menunjukkan kepada kalian harta simpanannya.’ Mereka berkata, ‘Tunjukkanlah kepada kami!’ Maka saya menunjukkan kepada mereka tempat (dimana dia menyimpan hartanya) dan mereka menemukan darinya tujuh buah guci yang dipenuhi tumpukan emas dan perak. Ketika mereka melihatnya mereka berkata, ‘Demi Allah kami tidak akan menguburkannya.’ Mereka mencaci-maki dan melemparnya dengan batu.’” (5)
Keinginan itu Sangat Kuat
Salman berkata, “Mereka menggati pendeta mereka. Demi Allah saya tidak pernah melihat seseorang yang shalat lima waktu lebih baik darinya; tidak juga seseorang yang lebih zuhud dari kehidupan dunia ini dan sangat condong kepada akhirat, tidak juga seseorang yang lebih bersungguh-sungguh bekerja siang dan malam (dibanding dengannya). Saya mencintainya lebih daripada orang lain yang saya cintai sebelumnya.”
Ada lima shalat sehari semalam yang diwajibkan dalam Islam. Allah mengajarkan kepada Nabi Muhammad tata cara mengerjakan shalat beserta waktunya. Itu bukanlah jenis shalat yang dibuat dan dilaksanakan oleh sebagian orang. Shalat adalah fondasi Islam. Apabila dilaksanakan sesuai dengan cara Nabi , maka dia akan mensucikan seseorang dari dosa-dosa dan kesalahannya yang dilakukannya pada hari tersebut.
 “Saya tinggal bersamanya selama beberapa waktu sebelum dia meninggal. Ketika ajalnya hampir tiba saya berkata kepadanya, “Wahai fulan, saya tinggal bersamamu dan mencintaimu lebih dari apapun yang saya cintai sebelumnya. Kini takdir Allah (yakni kematian) telah tiba, apa yang engkau wasiatkan kepadaku agar kupegang, dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?
” Salman mulai berpikir siapa yang akan diikutinya ketika sang pendeta tiada. Dia kembali berpikir untuk mencari seorang yang shalih dan berilmu. Keinginan dan kesiapannya untuk mencari kebenaran telah tetap.
“Sang pendeta berkata, ‘Demi Allah, orang-orang telah merugi; mereka telah merubah dan mengganti (agama) apa yang mereka berada di atasnya. Saya tidak mengetahui seorang pun yang masih berpegang kepada agama yang saya berada di atasnya kecuali seorang laki-laki di Musil(6), maka bergabunglah dengannya.’ (dan dia memberikan Salman nama orang tersebut).”
Langkah Berikutnya
Ketika pendeta itu meninggal, Salman berangkat ke al-Musil dan bertemu dengan orang yang disebutkan.
“Saya berkata kepadanya, “Fulan, pada saat kematiannya mewasiatkan kepadaku untuk bergabung bersamamu. Dia berkata engkau berpegang pada (agama) yang sama dengannya.’
Laki-laki Musil tersebut berkata kepada Salman untuk tinggal bersamanya.
‘Saya tinggal bersamanya dan mendapati dirinya seseorang yang terbaik yang berpegang kepada perkara (agama) sahabatnya.’” “Lalu dia meninggal,” kata Salman.
Ketika ajal mendatanginya, Salman meminta kepadanya (sebagaimana yang dia lakukan sebelumnya dengan sahabatnya yang pertama) untuk mewasiatkan orang lain yang berada di atas agama yang sama. Laki-laki itu berkata, “Demi Allah! Saya tidak mengenal seseorang pada perkara (agama) yang sama seperti kami kecuali seorang lakilaki di Nasibin(7) dan namanya adalah (fulan bin fulan), maka pergi dan bergabunglah dengannya.”
Kembali, Langkah Berikutnya
“Setelah kematiannya, saya melakukan perjalanan menuju kepada laki-laki dari Nasibin.” Salaman menemukan orang tersebut dan tinggal bersamanya selama beberapa waktu. Peristiwa yang sama terjadi. Ajal menghampiri, dan sebelum orang itu meninggal, Salman datang kepadanya dan bertanya akan wasiatnya kepada siapa dan kemana dia pergi.
Laki-laki tersebut mewasiatkan Salman untuk bergabung dengan seorang laki-laki lain di Amuriyah8 yang juga berada di atas agama yang sama. Salman pindah ke Amuriyah setelah kematian sahabatnya. Dia menemukan orang yang di dimaksudkan dan bergabung bersamanya dalam agamanya. Salman (pada saat itu) bekerja dan, mendapatkan beberapa ekor sapi dan dan seekor kambing.’
Cara mencari nafkah yang baik dan halal adalah sangat penting bagi orangorang yang beriman. Tentu saja pengaruh uang sangat besar, banyak orang telah menjual diri dan prinsip-prinsipnya dengan harga yang murah, dan banyak yang menjadi munafik demi uang. Namun demikian, ada orang-orang yang berdiri di atas kebenaran tidak perduli apapun yang mungkin mereka lewatkan. Hal ini membawa kedamaian di hati dan pikiran.
Sebuah Langkah Besar
Ajal mendekati laki-laki Amuriyah tersebut. Salman mengulang permintaannya, tetapi (kali ini) jawabannya berbeda. Laki-laki itu berkata, “Wahai anakku! Saya tidak mengenal seorang pun yang berpegang pada perkara (agama) yang sama dengan kita.
 Namun demikian, seorang Nabi akan datang pada masa kehidupanmu, dan Nabi ini berada pada agama yang sama dengan agama Ibrahim.”
Pendeta itu mengenal milah Ibrahim. Ini adalah asal dari tauhid, dan seruan untuk beribadah hanya kepada Allah semata. Pendeta tersebut mengetahui dengan benar bahwa Ibrahim mengatakan kepada anak-anaknya:
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS Al-Baqarah [2] : 132)
Ibrahim menikahi Sarah dan Hajar. Keturunannya dari perkawinannya dengan Sarah adalah Ishak, Yaqub, Daud, Sulaiman, Musa dan Isa, alaihimush shalatu wassalam; dan keturunannya dari perkawinannya dengan Hajar adalah Ismail dan Muhammad . Ismail dibesarkan di Makkah di Arab, dan Muhammad adalah dari keturunan beliau.
Pendeta tersebut mengetahui bahwa keimanan Ibrahim adalah keimanan yang benar untuk diikuti. Dia tentunya telah membaca janji Allah untuk menjadikan ‘Kaum Besar’ dari keturunan Ismail (Genesis 21:18), dan oleh karena itu dia mewasiatkan Salman untuk pergi dan bergabung dengan Nabi , yang berasal dari keturunan Ismail, yang berserah diri kepada Allah dan mengikuti millah Ibrahim.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah [2] : 129)
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS An-Nahl [16] : 123)
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (QS Al-Imran [3] : 68).
Laki-laki itu menggambarkan Nabi ini, berkata, “Dia akan diutus dengan agama yang sama dengan (agama) Ibrahim. Dia akan datang di negeri Arab dan akan hijrah ke wilayah antara dua wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam (seolah telah terbakar api). Ada pohon-pohon kurma tersebar ditengah-tengah kedua tanah ini. Dia dapat dikenali dengan tanda-tanda tertentu. Dia (akan menerima) dan makan (dari) makanan yang diberikan sebagai hadiah, tetapi tidak akan makan dari sedekah. Stempel kenabian akan berada diantara pundaknya. Jika engkau dapat pindah ke negeri itu, maka lakukanlah.”
Laki-laki tersebut mengetahui tentang kedatangan seorang Nabi dari bangsa Arab, dari saudara Bani Israil (Deuteronomy 18, 17-18: “Saya akan membangkitkan seorang nabi diantara mereka, seperti engkau (yakni Musa)(9) dan akan menempatkan perkataan-Ku di mulutnya.(10)  
Dan dia akan mengatakan kepada mereka semua yang Aku perintahkan kepadanya”). Tentu saja, ayat ini tidak merujuk kepada Yesus sebagaimana yang berusaha diterjemahkan oleh Paul (Act 13:22-23).
Yesus bukanlah dari keturunan Ismail dan dia sendiri adalah dari Bani Israil,(11) dia bukan dari saudara mereka (Bani Isranil). Laki-laki tersebut mengetahui apa yang disebutkan dalam kitab mereka mengenai wahyu Tuhan (Allah) datang dari Timan (bagian utara kota Madinah di negeri Arab, menurut kamus Injil J. Hasting), dan ‘Ruhul Qudusi’ datang dari Faran.12 Menurut Genesis 21:21, pegunungan Faran adalah tempat dimana Nabi bertempat tinggal dan memiliki dua belas anak, salah satu Ismail diantaranya adalah Kedar, anak kedua Ismail alaihi salam  . Dalam Isaiah 42:1-13, ‘kekasih Tuhan’ dihubungkan dengan keturunan Kedar, nenek moyang Nabi Muhammad shalallallahu alaihi wa sallam.
 .
Ketika Nabi Muhammad shalallallahu alaihi wa sallam mendakwahi penduduk Makkah untuk berserah diri kepada Allah, sebagian besar mereka menolak, dan berencana untuk .
Beliau bersama orang-orang yang masuk Islam membunuh Nabi diperintahkan oleh Allah untuk hijrah ke Madinah. Lalu perang terjadi di Badar antara “sedikit orang dengan persenjataan seadanya’ diwakili oleh Muhammad shalallallahu alaihi wa sallam dan para pengikutnya, dan kaum kafir dari Makkah, setahun setelah Nabi hijrah. Nabi dan para sahabatnya memperoleh kemenangan (Isaiah 21 : 1317). Laki-laki tersebut mengetahui bahwa Yesus (Isa ) memberitahukan tentang kedatangan Nabi Ahmad (Muhammad ).13 Ini adalah berita gembira yang Allah kabarkan melalui lisan Yesus (Isa alaihis salam ).
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
“Dan (ingatlah) ketika ‘Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).”” (QS Ash-Shaf [61] : 6)
Laki-laki itu meninggal dan Salman tinggal di Amuriyah. Suatu hari, “Beberapa pedagang dari Bani Kalb(14) melewatiku,” Salman berkata, “Saya berkata kepada mereka, ‘Bawalah saya ke negeri Arab dan Saya akan memberikan sapi-sapi dan kambing yang aku miliki.’
” Mereka berkata, “Baiklah.” Salman memberikan kepada mereka apa yang dia tawarkan, dan mereka pun memebawa Salman ikut bersama mereka. Ketika mereka mendakati Wadi Al-Qura (dekat dengan Madinah), mereka menjualnya sebagai budak kepada seorang Yahudi.
Salman tinggal bersama Yahudi tersebut, dan dia melihat pohon-pohon kurma (yang digambarkan oleh sahabatnya sebelumnya). “Saya berharap ini adalah tempat yang sama dengan yang digambarkan sahabatku.
” Kata Salman. Suatu hari, seorang laki-laki yakni sepupu majikan Salman dari suku Yahudi Bani Quraidha di Madinah datang berkunjung.
Dia membeli Salman dari majikan Yahudi-nya,
“Dia membawaku ke Madinah. Demi Allah! Ketika saya melihatnya, saya tahu itulah tempat yang disebutkan oleh sahabatku.”
“Kemudian Allah mengutus Rasul-Nya (yakni Muhmammad shalallallahu alihi wa sallam). Dia tinggal di Makkah selama beberapa waktu.(15) Saya tidak mendengar apapun tentangnya karena saya sangat sibuk dengan pekerjaan sebagai budak, dan kemudian beliau shalallallahu alihi wa sallam hijrah ke Madinah.
” Lebih lanjut Salman berkata, “(Suatu hari) saya sedang berada di atas pohon kurma di puncak salah satu rumpun kurma melakukan beberapa pekerjaan untuk majikanku.
Saudara sepupunya datang kepadanya dan berdiri di hadapannya (majikan Salman sedang duduk) dan berkata, ‘Celaka Bani Qilah (orang-orang dari suku Qilah), mereka berkumpul di Quba(16) disekitar seorang laki-laki yang datang hari ini dari Makah mengatakan (dirinya sebagai) seorang Nabi!”
“Saya bergetar hebat ketika mendengarnya hingga saya khawatir saya akan jatuh menimpa majikanku. Saya turun dan berkata, “Apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan?” Majikanku menjadi marah dan memukulku dengan pukulan yang kuat seraya berkata, “Apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!
” Saya berkata, “Tidak, saya hanya ingin memastikan apa yang telah ia katakan”. ‘Pada malam itu, saya pergi untuk menemui Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam ketika beliau berada di Quba.
Saya membawa serta apa yang saya simpan.
Saya masuk dan berkata, ‘Saya telah diberitahu bahwa engkau adalah seorang laki-laki yang shalih dan para sahabatmu adalah orang-orang asing yang membutuhkan.
Saya ingin memberikan kepadamu sesuatu yang saya simpan sebagai sedekah. Saya melihat kalian berhak mendapatkannya lebih daripada orang yang lain.’
” Salman berkata, “Saya menawarkan kepadanya; dia berkata kepada para sahabatnya, ‘Makanlah,’ tetapi dia sendiri menjauhkan tangannya (yakni tidak makan).
Saya berkata kepada diriku sendiri, ‘Inilah dia (yakni salah satu tanda- tanda kenabiannya).
Setelah pertemuannya dengan Nabi shalallallahu alihi wa sallam, Salman kembali untuk mempersiapkan ujian berikutnya!
Kali ini dia membawa hadiah untuk Nabi di Madinah. “Saya melihat engkau tidak makan dari sedekah, karena itu (ambillah) hadiah ini yang makan darinya dan dengannya saya ingin menghormati engkau.” Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk melakukannya, yang diikuti oleh mereka.
Saya berkata kepada diriku, ‘Sekarang ada dua (yakni dua tanda kenabian).’
” Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi’ul Gharqad (tempat pemakaman para sahabat Nabi ) dimana Nabi sedang menghadiri pemakanan salah seorang sahabatnya.
Salman berkata, “Saya menyapanya (dengan sapaan Islam: ‘Assalamu’alaikum’), dan kemudian berputar ke belakangnya hendak melihat stempel (kenabian) yang digambarkan kepadaku oleh sahabatku.
Ketika beliau melihatku, beliau mengetahui bahwa saya sedang berusaha membuktikan sesuatu yang digambarkan kepadaku.
Beliau melepaskan kain dari pnggungnya dan saya melihat stempel itu. Saya mengenalinya. Saya membungkuk dan menciumnya dan menangis. Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam memerintahkanku untuk berbalik (yakni berbicara kepadanya).
Saya menceritakan kisahku sebagaimana yang saya kisahkan kepadamu, Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu  (ingat bahwa Salman sedang menceritakan kisahnya kepada Ibnu Abbas).
Beliau sangat menykainya sehingga memintaku menceritakan seluruh kisahku kepada para sahabatnya.”
Penghambaan Hanya Kepada Allah
Salman melanjutkan kisahnya kepada Ibnu Abbas: Dia masih menjadi milik (budak) majikannya. Dia tidak ikut dua peperangan menghadapi kaum kafir Arab.
Nabi shalallallahu alihi wa sallam berkata kepadanya, “Buatlah perjanjian (dengan tuanmu) untuk kebebasanmu, hai Salman.
” Salman mematuhi dan membuat perjanjian (dengan tuannya) untuk kebebasannya. Dia mendapatkan persetujuan dengan majikannya dimana dia akan membayar majikannya 40 ukiyah emas dan berhasil menanam 300 pohon kurma yang baru. Nabi shalallallahu alihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya, “Bantulah saudaramu.” Mereka membantunya dengan pohon kurma dan mengumpulkan baginya jumlah yang diminta. Nabi memerintahkan Salman untuk menggali lubang yang cukup untuk menanam bibit, dan beliau menananam setiap bibit dengan tangannya sendiri.
Salman berkata. “Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak satupun pohon yang mati.” Salman memberikan pohon-pohon tersebut memberi Salman emas sebesar telur ayam dan kepada majikannya. Nabi shalallallahu alihi wa sallam berkata, “Bawalah ini, Wahai Salman, dan bayarlah utangmu.
” Salman berkata: “Berapa banyak ini dibandingkan dengan jumlah hutangku?” Nabi shalallallahu alihi wa sallam bersabda: “Ambillah! Sesungguhnya Allah akan mencukupkan sejumlah hutanmgu.”(17) Saya mengambilnya dan menimbang sebagiannya dan ia seberat 40 ukyah. Salman memberikan emas itu kepada tuannya. Dia telah memenuhi perjanjian dan dia dibebaskan.
Sejak saat itu, Salman menjadi sahabat dekat Nabi shalallallahu alihi wa sallam .
Salah seorang sahabat Nabi shalallallahu alihi wa sallam bernama Abu Hurairah meriwayatkan: “Kami sedang duduk bersama Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam ketika Surat Al-Jumu’ah diturunkan. Beliau shalallallahu alihi wa sallam membacanya:
وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka.” (QS Al-Jumu’ah [62] : 3)
Seseorang diantara mereka berkata, ‘Ya Rasulullah! Siapakah yang orang disebutkan dan belum bergabung dengan kita?’ Tetapi Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam tidak menjawabnya sampai dia bertanya tiga kali. Salamn al-Farisi berada diantara kami. Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam meletakkan tangannya pada Salman dan kemudian berkata, ‘Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, meskipun jika iman dekat Ats Tsurayya, laki-laki dari mereka (yakni Salman) tentu akan mendapatkannya.” (Sunan at-Tirmdizi).
Tetapi Mereka Akan Datang!

Banyak orang di dunia ini seperti Salman, mencari kebenaran mengenai Satu-satunya Tuhan yang haq.
Kisah Salman ini serupa dengan kisah orang-orang di zaman kita. Mereka mencari sebagian orang, mengambil dari satu gereja ke gereja yang lain, dari gereja kepada Budha atau pada sikap pasif, dari Yahudi kepada ‘Netralitas’, dari agama kepada meditasi kepada penyiksaan mental. Saya telah bertemu dan mendengar mengenai sebagian orang yang berpindah dari satu ide kepada ide lainnya, tetapi terlalu takut bahkan untuk mengetahui sesuatu tentang Islam! Namun demikian, ketika mereka bertemu orang-orang Muslim, mereka membuka pikirannya. Kisah Salman merupakan sebuah pencarian yang panjang. Anda dapat mencari kebenaran lebih singkat dengan cara mengambil manfaat dari kisah Salman ini.
Referensi: 1) Qisaat Islam Salman oleh Husain Al-Uwaisyah.
                 2) Tabel pada halaman 12 diambil dari buku, Muhammad in the Bible setelah mengoreksi perkara mengenai kematian Yesus (Isa alaihi salam ). Yang benar adalah Isa alaihis salam tidak mati. Allah Subhanahu wa ta’ala  menyelamatkannya dari penyaliban dan dia dinaikkan ke surga. Kematiannya akan terjadi sebelum Hari Kiamat setelah beliau kembali ke bumi. Ketika berada di bumi, Yesus (Isa alaihi salam ) akan memerintah dengan kitabullah, Al-Qur’an dan dengan ajaran Nabi Muhammad, shallallahu alaihi wa sallam.
Sumber : http://www.raudhatulmuhibbin.org
Judul Asli : The Search for the Truth – by a Man Known as Salman the Persian
Penulis : Dr. Saleh as-Saleh
Judul Terjemahan : Perjalanan Mencari Kebenaran, Seorang Laki-laki bernama Salman al-Farisi
Alih Bahasa Desain Sampul : Ummu Abdillah al-Buthoniyah
Disebarluaskan melalui:Website: http://www.raudhatulmuhibbin.org
Foot Note :

(1) Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya. (Penulis menukil hadits ini dan meringkasnya di beberapa tempat –pent.)
(2) Sebuah daerah di Barat Daya Iran.
(3) Ayah Salman adalah seorang Majusi yang menyembah api
(4)Yang dikenal dengan negara Syam sekarang ini termasuk empat negara, yaitu: Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon.

(5) Catatan: Sebuah poin yang penting disini adalah bahwa Salman tidak berbalik dari apa yang dianggapnya sebagai kebenaran pada saat itu karena perbuatan seseorang. Dia tidak berkata, “Lihatlah orang-orang Nasrani ini! Yang terbaik diantara mereka sangat buruk!” Sebaliknya, dia memahami bahwa dia harus menilai agama tersebut pada ajarannya, dan bukan pada para pengikutnya..
(6)  Al-Musil: Kota besar di barat laut Iraq.
(7) Nasibin: Sebuah kota di tengah perjalanan antara Musil dan Syam
(8) Amuriyah: Sebuah kota yang merupakan bagian dari Wilayah Timur Kekaisaran Romawi..
(9)Seorang Nabi yang menyerupai Musa alaihi salam 
 Description: http://abufahmiabdullah.files.wordpress.com/2010/02/perbandingan2.jpg?w=468

(10) Muhammad berumur 40 tahun ketika beliau berada di gua ira di Makkah ketika Malaikat Jibril memerintahkan kepadanya, “Bacalah!” Muhammad merasa ketakutan dan menjawab, “Saya tidak dapat membaca!” Kemudian Jibril membacakan dan Nabi mengikuti (membaca firman Allah:

 اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ 

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq [96] : 1-5)  
11 Perhatikan juga bahwa Injil merujuk kepada bani Israil sebagai ‘saudara’ dari Ismail. Contoh: Gen, 16:12 dan Gen 25:18.  
12 “Tuhan (wahyu-Nya) datang dari Timan, dan Ruhul Qudus datang dari Gunung Faran Selah. Kemuliannya meliputi langit dan bumi dipenuhi oleh pujiannya.” (Habakkuk 3:3)  
13 Ahmad secara lafazh berarti: ‘orang yang paling banyak memuji Allah lebih daripada yang lainnya’. Ini adalah nama kedua Nabi Muhmmad yang berkata dalam sebuah hadits shahih, 
‘Aku memiliki lima nama: Aku adalah Muhmmad dan Ahmad, Aku Al-Maahi yang melaluiku Allah menghapuskan kekafiran, aku adalah Al-Hasyr yang akan menjadi pertama yang dibangkitkan, dan aku adalah al-Aqib (yakni tidak ada Nabi setelahku).” (HR Bukhari)
(14) Salah satu suku Bangsa Arab
15) Selama 13 tahun setelah beliau menerima wahyu dari Allah
16) Di kota Madinah
17) Sebuah mukjizat dari Allah (yang dimaksud adalah bahwa dengan jumlah yang terlihat tidak mencukupi tersebut, AllahAzza wa Jalla  lah yang telah mencukupkannya untuk pembayaran hutang Salman kepada majikannya -pent.)