Selasa, 06 Desember 2011

Perjalanan Mencari Kebenaran, Seorang Laki-laki bernama Salman al-Farisi

 Perjalanan Mencari Kebenaran, Seorang Laki-laki bernama Salman al-Farisi 
Penulis : Dr. Saleh as-Saleh 
Perjalanan Mencari Kebenaran 
Mukadimah 
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah Yang kami memuji-Nya, kami memohon pertolongan dan pengampunan dari-Nya, kami berlindung dari kejelekan jiwa-jiwa kami dan keburukan amal-amal kami. Barangsiapa yang mendapatkan petunjuk Allah, tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya, tidak ada yang dapat menunjukinya. 
Saya bersaksi bahwasanya tiada Ilah yang Haq untuk disembah melainkan Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan Allah . Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam atas nabi terakhir, Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya yang mulia. 
Di masa sekarang ini, banyak orang ingin tahu akan Islam, tetapi pengetahuan mereka mengenai agama ini bervariasi. Pengetahuan mereka mungkin diperoleh melalui artikel, buku, atau bagian dari sebuah buku rujukan yang mereka baca di sekolah. Mereka mungkin mengetahui sebagian orang Muslim, melewati sebuah Masjid, menonton film dokumenter atau berita malam, atau mungkin telah mengunjungi negara Muslim. Bagi sebagian orang, Islam ‘hanyalah sebuah agama yang lain’, tetapi untuk sebagian besar lainnya, Islam telah menjadi sesuatu yang menarik untuk dicermati. 
Saya menulis buku ini bagi mereka yang selalu mencari dalam diri mereka jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dimilikinya. “Siapa Aku? Siapakah Tuhan yang sebenarnya? Apakah jalan keselamatan yang sebenarnya? Apakah Islam itu? Jika saya menjadi seorang Muslim, apa artinya bagi diriku, keluargaku, dan masyarakat secara luas?” 
Sekarang ini, banyak orang yang menyadari bahwa semua kemajuan materaialistik dan sekular yang terjadi di dalam masyarakat telah melahirkan kevakuman spiritual, yang pada gilirannya membawa kepada persoalan-persoalan sosial, ekonomi, politik dan psikologi. Untuk alasan inilah, orangorang yang sebelumnya berkata: “Mari kita jalani hidup ini dan menikmatinya.” atau “Hai! Kita tidak ingin mengenal Tuhan,” sekarang ini kembali mencari kebenaran. Mereka mengajukan pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan di atas.
Hal ini karena fitrah manusia mengenal baik dan buruk, dan apa yang benar dan yang dusta. Tidak merasa nyaman ketika sifat-sifat Allah direndahkan, dan juga ketika sifat-sifat manusia dihubungkan dengan-Nya. Ia (fitrah manusia-pent.) mengetahui bahwa tidak mungkin ada lebih dari satu.
Tuhan yang haq, dan karenanya hanya ada satu agama yang benar yang diterima oleh-Nya. Allah tidak meminta sebagian dari ciptaan-Nya untuk menyembah-Nya semata, manakala (pada saat yang sama) memerintahkan untuk menyembah Yesus, Budha, api, cahaya, Khrisna, Josept Smith, matahari, bulan, Khomeini, Rama, kuil, para Nabi, Eliyah, Farakhan, salib, pohon, para wali, para pendeta, rahib, atau lainnya.
Segalah sesuatu selain Allah adalah mahluk! Mereka tidak sempurna. Mereka membutuhkan yang lainnya, tetap Allah Maha Kaya. Dia lah Yang Awal dan tidak ada sesuatu sebelum-Nya, dan Yang Akhir, dan tidak ada sesuatu setelahNya. Kepada-Nya lah semuanya kembali. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada manusia yang memberi-Nya nama Allah, sebaliknya Dia lah yang memberikan nama ini bagi diri-Nya.
Artinya ‘Satu-satunya Sesembahan yang haq Yang patut dibadahi’. Dia bukanlah tuhan dari suatu kaum atau suku. Dia adalah Pencipta segala sesuatu. Oleh karena itu, hanya Allah saja yang berhak memperoleh ketundukan kita, dan Dia menyebutkan ketundukan ini dengan ‘Islam’. Namun demikian, kebingungan terjadi pada sebagian manusia ketika orang-orang mulai menyembah mahluk, baik itu bernyawa ataupun tidak bernyawa, selain Allah!
Dalam wahyu yang terakhir diturunkan kepada manusia, Al-Qur’an, Allah secara jernih menjelaskan tujuan penciptaan manusia di dunia. Secara lahir dan batin, manusia diseru untuk hidup yang sejalan dengan ketetapan Allah. Inilah arti ibadah dalam Islam, dan inilah tujuan kita semua diciptakan. Namun demikian, ada orang-orang yang mengakui Allah sebagai Satu-satunya Tuhan yang haq untuk disembah disembah, tetapi tidak menjalani kehidupannya sesuai dengan perintah Allah. Ibadah mereka menyelisihi apa yang dari Islam.
Mereka bukanlah orang-orang yang atas mereka penilaian akan kriteria islam dijatuhkan. Islam adalah agama yang sempurna, tetapi orang-orang (yang menganutnya) tidak.
Kita diseru untuk masuk ke dalam Islam. Tujuan dari buku ini adalah untuk menyeru kepada manusia untuk mencari keselamatan mereka dengan menelaah kisah sebuah pencarian panjang oleh seseorang yang bernama Salman Al-Farisi.
Kenapa tidak?
Apakah kita mengetahui semuanya? Ketika kita mengetahui bahwa kita bahkan tidak memiliki udara yang kita hirup, dan bahwa kita tidak diciptakan secara sia-sia, dan kita tidak menciptakan diri kita sendiri, maka adalah wajar ketika seseorang memiliki keinginan untuk mengenal lebih jauh tentang Allah, Yang Menciptakan kita, Memberi kita Kehidupan, dan Dia yang suatu hari akan memanggil kita kembali kepada-Nya. Pada hari itu, akan ada kenikmatan abadi atau siksaan abadi.
Salman dan Kisahnya

Awal

Tidak ada seorang pun yang dapat mengabarkan kisah Salman lebih baik dari dirinya sendiri. Salman menceritakan kisahnya kepada salah seorang sahabat dan keluarga dekat Nabi Muhammad yang bernama Abdullah bin Abbas , yang kemudian menceritakannya kembali kepada yang lainnya.(1) Ibnu Abbas berkata:
Salman berkata, “Aku seorang dari bangsa Persia yang berasal dari Isfahaan(2) dari sebuah desa yang dikenal dengan nama Jayyun. Ayahku adalah kepala desa. Baginya, aku adalah mahluk Allah yang paling dicintainya. Cintanya kepadaku sampai pada batas dimana dia mempercayaiku untuk mengawasi api(3) yang dia nyalakan. Dia tidak akan membiarkannya mati.”
 Ini adalah sebuah petunjuk akan sikap baik seorang anak kepada ayahnya. Disini Salman menggunakan nama yang benar dari Tuhan yang haq, Allah. Nama Allah adalah nama yang sama digunakan oleh seluruh Nabi dan Rasul . Allah adalah nama Tuhan yang sama dalam bahasa Ibrani dari nabi kita Isa .
Sebuah Agama yang Berbeda?
“Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam rumahnya! Maka ketika saya melewati orangorang itu (di gereja) dan mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan.”
.
Munculnya Ketertarikan
“Ketika saya melihat mereka, saya menyukai shalat mereka dan menjadi tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku), ‘Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami’”
Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta.
“Saya tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi ke tanah ayahku.”
Salman kemudian merenungkan agama ini yang pada saat itu dianggapnya sebagai keimanan yang benar. Sebuah perspektif dan hati yang baik yang terisi kesabaran adalah kemuliaan yang dibutuhkan untuk membebaskan diri seseorang dari batas-batas pemikiran seperti:
“Baiklah saya akan mencari tahu, tetapi saya sangat sibuk sekarang,” dan lain-lain. Kematian mungkin saja mengetuk pintu lebih cepat daripada yang diharapkan.
 “Saya bertanya (yakni kepada orang-orang di gereja), ‘Darimana asal agama ini?”
Mencari tahu asalnya adalah petunjuk bagi orang-orang yang ingin mencari agama yang benar. Asal dan intisari (pokok) adalah istilah-istilah mendasar yang membantu dalam proses pencarian. Darimana asal agama Islam dan apa isi pokok (ajarannya)? Islam datang dari Allah , Pencipta, Tuhan yang haq, dan intinya adalah berserah diri kepada-Nya .
Mereka menjawab: ‘Dari Syam(4)’. Kemudian saya kembali kepada Ayahku yang sedang khawatir dan mengirim (seseorang) untuk mencariku. Ketika saya tiba dia bertanya. “Wahai anakku! Dari mana engkau? Bukankah aku mempercayakanmu untuk sebuah tugas?” Saya berkata, “Wahai ayah, saya melewati orang-orang yang sedang shalat dalam gereja mereka dan saya menyukai agama mereka. Saya tinggal bersama mereka sampai matahari terbenam.’
” Ini adalah kejujuran menakjubkan yang ditunjukkan oleh seseorang yang mengetahui dengan benar bahwa ayahnya sangat komitmen terhadap agamanya. Ini adalah bentuk keterbukaan yang harus dimiliki oleh seseorang yang mencari kebenaran.
Penentangan

“Ayahku berkata, ‘Wahai anakku! Tidak ada kebaikan pada agama itu, agamamu dan agama ayahmu dan agama nenek moyangmu lebih baik.’”
Ini adalah topik dari semua orang yang taklid buta dalam perkara keimanan. Ini mengingatkan kita kepada firman Allah ,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”. (QS Al-Fushilat [41] : 26)
بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ
“Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”.” (QS Az-Zukhruf [43] : 22)
قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا
“Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”.” (QS Luqman [31] : 21)
مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الأوَّلِينَ
“Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.” (QS Al-Mu’minuun [23] : 24)
Seringkali, jika anda berbicara dengan orang yang masuk Islam dari agama lain, mereka berkata bahwa mereka mendengar (sesuatu) yang sama (dengan) yang Allah sebutkan mengenai orang-orang kafir. Perkara ini adalah sama. Ia datang dalam bentuk, “Apakah kamu akan meninggalakan agama bapakmu dan nenek moyangmu?” Tidak hanya itu, tetapi orang tua dan keluarga secara luas berdiri berhadapan (maksudnya menentang-pent.) dengan sang muallaf. Besarnya penentangan ini bisa berupa keadaan atau ancaman terhadap kehidupan sampai pada boikot. Ini adalah kecenderungan umum, namun demikian, ada beberapa kasus penentangan yang sangat sedikit bahkan netral.
“Saya berkata, ‘Tidak, demi Allah, ini lebih baik dari agama kita.’”
Salman mencintai ayahnya, tetapi dia tidak menyanjungnya. Dia tidak berkompromi mengenai apa yang dia rasakan pada saat itu sebagai kebenaran. Apa tanggapan ayahnya?
Salman berkata, “Dia mengancamku, merantai kedua kakiku dan memenjarakanku di rumahnya.”
Seorang ayah menyakiti anaknya tercinta untuk mengubah pendiriannya dari mencari kebenaran. Banyak Nabi ditentang, dituduh, dianiaya oleh anggota keluarganya sendiri karena penentangan mereka terhadap ‘tradisi turun temurun’! Apakah Salman berhenti samapai disana?
Jalan Keluar
Ia berkata, “Saya mengirimkan pesan kepada kaum Nasrani tersebut meminta mereka memberi kabar akan kedatangan para pedaganng Nasrani dari Syam. Rombongan pedagang tiba dan mereka mengabariku, maka kukatakan (kepada orang-orang Nasrani tersebut) untuk memberi tahu kapan rombongan pedagang itu menyelesaikan urusannya dan bergerak kembali ke negrinya. (Lalu) saya dikabari (oleh mereka) ketika orang-orang Syam telah menyelesaikan perdagangan mereka dan bersiap-siap untuk kembali ke negrinya, maka saya lepaskan rantai dari kakiku dan mengikuti rombongan itu sampai tiba di Syam.
” Dia tidak menyerah pada perintah zalim ayahnya. Dia bertekad untuk kebenaran, yang akhirnya membawanya mengetahui kebenaran mengenai Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa ta’ala.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS Al-Ankabut [29] : 69)
Salman berketetapan hati dan mulai mencari kebenaran, tidak perduli kenyataan bahwa negeri tersebut jauh dan asing baginya. Allah Subhanahu wa Ta’ala , mengetahui kejujurannya, membimbingnya dengan memudahkan baginya untuk mendapatkan sesuatu yang dipergunakan untuk melakukan perjalanan ke Syam.
Inilah dia, Tetapi…!

“Pada saat kedatanganku, saya bertanya, “Siapakah yang paling alim diantara semua orang dari agamamu ini?’
” Salman mencari kebenaran yang nyata, dan karenaya dia mencari orang yang paling beriman diantara penduduk Syam. Kenapa tidak? Orang-orang menyukai makanan terbaik, pasangan terbaik, dan pakaian terbaik. Salman mencari yang terbaik dalam hal keimanan.
 “Mereka berkata, ‘Pendeta, (dia ada) di dalam gereja.’ Saya datang kepadanya dan berkata, ‘Saya menyukai agama ini, dan saya ingin menyertaimu dan berkhikmad di gereja, agar saya dapat belajar darimu dan shalat bersamamu.’
” Salman menyadari sejak awal bahwa ilmu hanya dapat diperoleh dengan menyertai ahlinya (orang yang memiliki ilmu-pent.). Sebagai balasannya, dia siap menawarkan dirinya sebagai pelayan dari pendeta tersebut. Kerendahan dari oang-orang yang mencari kebenaran membawa mereka lebih dekat dan lebih dekat kepada kebenaran itu. Tidak adanya sikap rendah diri ini, berlaku sombong; orang-orang melihat tanda-tanda kebenaran, tetapi keangkuhannya membawa mereka kepada kehancuran.
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (QS An-Naml [27] : 14)
Harta, status sosial, dan faktor-faktor materi lainnya seharusnya tidak menahan seseorang dari mencari kebenaran, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap masa depannya. Semua hal ini akan hilang, dan orang tersebut akan memasuki kuburnya tanpa sesuatu apapun kecuali amal-amalnya. Amal-amal ini adalah yang berada dalam hati (iman), dan dari perkataan dan perbuatan anggota badan, yang merupakan manifestasi dari amalan-amalan hati. Apakah aku telah berserah diri kepada Penciptaku? Apakah aku hidup menuruti perintah-Nya sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan oleh ajaran Rasul terakhir, Muhammad ? Hanya inilah yang akan bermanfaat pada Hari Pengadilan.
يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ
إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orangorang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS Asy-Syu’araa [26] : 88-89)
“Dia (pendeta itu) berkata, ‘Engkau boleh masuk dan tinggal bersamaku,’ maka saya pun bergabung bersamanya.” Setelah beberapa waktu, Salman menemukan sesuatu pada pendeta tersebut. Dia adalah seorang laki-laki yang buruk yang memerintahkan dan menganjurkan kaumnya untuk membayar sedekah, hanya untuk menyimpannya bagi dirinya sendiri. Dia tidak memberikannya kepada orang-orang miskin. Dia telah menimbun tujuh guci emas dan perak!
“Saya membencinya karena perbuatannya.”
Jelas bahwa kebenciannya terhadap sang pendeta tidak menghentikannya mencari kebenaran. Allah Ta’ala menunjukinya, mengetahui keikhlasannya dalam mencari kebenaran.
“Dia (pendeta itu) meninggal. Orang-orang Nasrani berkumpul untuk menguburkannya. Saya memberitahu mereka bahwa dia adalah seorang yang jahat, yang memerintahkan dan mendorong orang-orang untuk memberikan kepadanya sedekah hanya untuk disimpannya sendiri, dan dia tidak memberikannya kepada orang-orang miskin. Mereka berkata, ‘Bagaimana engkau mengetahuinya?’ Saya menjawab, ‘Saya dapat menunjukkan kepada kalian harta simpanannya.’ Mereka berkata, ‘Tunjukkanlah kepada kami!’ Maka saya menunjukkan kepada mereka tempat (dimana dia menyimpan hartanya) dan mereka menemukan darinya tujuh buah guci yang dipenuhi tumpukan emas dan perak. Ketika mereka melihatnya mereka berkata, ‘Demi Allah kami tidak akan menguburkannya.’ Mereka mencaci-maki dan melemparnya dengan batu.’” (5)
Keinginan itu Sangat Kuat
Salman berkata, “Mereka menggati pendeta mereka. Demi Allah saya tidak pernah melihat seseorang yang shalat lima waktu lebih baik darinya; tidak juga seseorang yang lebih zuhud dari kehidupan dunia ini dan sangat condong kepada akhirat, tidak juga seseorang yang lebih bersungguh-sungguh bekerja siang dan malam (dibanding dengannya). Saya mencintainya lebih daripada orang lain yang saya cintai sebelumnya.”
Ada lima shalat sehari semalam yang diwajibkan dalam Islam. Allah mengajarkan kepada Nabi Muhammad tata cara mengerjakan shalat beserta waktunya. Itu bukanlah jenis shalat yang dibuat dan dilaksanakan oleh sebagian orang. Shalat adalah fondasi Islam. Apabila dilaksanakan sesuai dengan cara Nabi , maka dia akan mensucikan seseorang dari dosa-dosa dan kesalahannya yang dilakukannya pada hari tersebut.
 “Saya tinggal bersamanya selama beberapa waktu sebelum dia meninggal. Ketika ajalnya hampir tiba saya berkata kepadanya, “Wahai fulan, saya tinggal bersamamu dan mencintaimu lebih dari apapun yang saya cintai sebelumnya. Kini takdir Allah (yakni kematian) telah tiba, apa yang engkau wasiatkan kepadaku agar kupegang, dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?
” Salman mulai berpikir siapa yang akan diikutinya ketika sang pendeta tiada. Dia kembali berpikir untuk mencari seorang yang shalih dan berilmu. Keinginan dan kesiapannya untuk mencari kebenaran telah tetap.
“Sang pendeta berkata, ‘Demi Allah, orang-orang telah merugi; mereka telah merubah dan mengganti (agama) apa yang mereka berada di atasnya. Saya tidak mengetahui seorang pun yang masih berpegang kepada agama yang saya berada di atasnya kecuali seorang laki-laki di Musil(6), maka bergabunglah dengannya.’ (dan dia memberikan Salman nama orang tersebut).”
Langkah Berikutnya
Ketika pendeta itu meninggal, Salman berangkat ke al-Musil dan bertemu dengan orang yang disebutkan.
“Saya berkata kepadanya, “Fulan, pada saat kematiannya mewasiatkan kepadaku untuk bergabung bersamamu. Dia berkata engkau berpegang pada (agama) yang sama dengannya.’
Laki-laki Musil tersebut berkata kepada Salman untuk tinggal bersamanya.
‘Saya tinggal bersamanya dan mendapati dirinya seseorang yang terbaik yang berpegang kepada perkara (agama) sahabatnya.’” “Lalu dia meninggal,” kata Salman.
Ketika ajal mendatanginya, Salman meminta kepadanya (sebagaimana yang dia lakukan sebelumnya dengan sahabatnya yang pertama) untuk mewasiatkan orang lain yang berada di atas agama yang sama. Laki-laki itu berkata, “Demi Allah! Saya tidak mengenal seseorang pada perkara (agama) yang sama seperti kami kecuali seorang lakilaki di Nasibin(7) dan namanya adalah (fulan bin fulan), maka pergi dan bergabunglah dengannya.”
Kembali, Langkah Berikutnya
“Setelah kematiannya, saya melakukan perjalanan menuju kepada laki-laki dari Nasibin.” Salaman menemukan orang tersebut dan tinggal bersamanya selama beberapa waktu. Peristiwa yang sama terjadi. Ajal menghampiri, dan sebelum orang itu meninggal, Salman datang kepadanya dan bertanya akan wasiatnya kepada siapa dan kemana dia pergi.
Laki-laki tersebut mewasiatkan Salman untuk bergabung dengan seorang laki-laki lain di Amuriyah8 yang juga berada di atas agama yang sama. Salman pindah ke Amuriyah setelah kematian sahabatnya. Dia menemukan orang yang di dimaksudkan dan bergabung bersamanya dalam agamanya. Salman (pada saat itu) bekerja dan, mendapatkan beberapa ekor sapi dan dan seekor kambing.’
Cara mencari nafkah yang baik dan halal adalah sangat penting bagi orangorang yang beriman. Tentu saja pengaruh uang sangat besar, banyak orang telah menjual diri dan prinsip-prinsipnya dengan harga yang murah, dan banyak yang menjadi munafik demi uang. Namun demikian, ada orang-orang yang berdiri di atas kebenaran tidak perduli apapun yang mungkin mereka lewatkan. Hal ini membawa kedamaian di hati dan pikiran.
Sebuah Langkah Besar
Ajal mendekati laki-laki Amuriyah tersebut. Salman mengulang permintaannya, tetapi (kali ini) jawabannya berbeda. Laki-laki itu berkata, “Wahai anakku! Saya tidak mengenal seorang pun yang berpegang pada perkara (agama) yang sama dengan kita.
 Namun demikian, seorang Nabi akan datang pada masa kehidupanmu, dan Nabi ini berada pada agama yang sama dengan agama Ibrahim.”
Pendeta itu mengenal milah Ibrahim. Ini adalah asal dari tauhid, dan seruan untuk beribadah hanya kepada Allah semata. Pendeta tersebut mengetahui dengan benar bahwa Ibrahim mengatakan kepada anak-anaknya:
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS Al-Baqarah [2] : 132)
Ibrahim menikahi Sarah dan Hajar. Keturunannya dari perkawinannya dengan Sarah adalah Ishak, Yaqub, Daud, Sulaiman, Musa dan Isa, alaihimush shalatu wassalam; dan keturunannya dari perkawinannya dengan Hajar adalah Ismail dan Muhammad . Ismail dibesarkan di Makkah di Arab, dan Muhammad adalah dari keturunan beliau.
Pendeta tersebut mengetahui bahwa keimanan Ibrahim adalah keimanan yang benar untuk diikuti. Dia tentunya telah membaca janji Allah untuk menjadikan ‘Kaum Besar’ dari keturunan Ismail (Genesis 21:18), dan oleh karena itu dia mewasiatkan Salman untuk pergi dan bergabung dengan Nabi , yang berasal dari keturunan Ismail, yang berserah diri kepada Allah dan mengikuti millah Ibrahim.
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Baqarah [2] : 129)
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS An-Nahl [16] : 123)
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (QS Al-Imran [3] : 68).
Laki-laki itu menggambarkan Nabi ini, berkata, “Dia akan diutus dengan agama yang sama dengan (agama) Ibrahim. Dia akan datang di negeri Arab dan akan hijrah ke wilayah antara dua wilayah yang dipenuhi oleh batu-batu hitam (seolah telah terbakar api). Ada pohon-pohon kurma tersebar ditengah-tengah kedua tanah ini. Dia dapat dikenali dengan tanda-tanda tertentu. Dia (akan menerima) dan makan (dari) makanan yang diberikan sebagai hadiah, tetapi tidak akan makan dari sedekah. Stempel kenabian akan berada diantara pundaknya. Jika engkau dapat pindah ke negeri itu, maka lakukanlah.”
Laki-laki tersebut mengetahui tentang kedatangan seorang Nabi dari bangsa Arab, dari saudara Bani Israil (Deuteronomy 18, 17-18: “Saya akan membangkitkan seorang nabi diantara mereka, seperti engkau (yakni Musa)(9) dan akan menempatkan perkataan-Ku di mulutnya.(10)  
Dan dia akan mengatakan kepada mereka semua yang Aku perintahkan kepadanya”). Tentu saja, ayat ini tidak merujuk kepada Yesus sebagaimana yang berusaha diterjemahkan oleh Paul (Act 13:22-23).
Yesus bukanlah dari keturunan Ismail dan dia sendiri adalah dari Bani Israil,(11) dia bukan dari saudara mereka (Bani Isranil). Laki-laki tersebut mengetahui apa yang disebutkan dalam kitab mereka mengenai wahyu Tuhan (Allah) datang dari Timan (bagian utara kota Madinah di negeri Arab, menurut kamus Injil J. Hasting), dan ‘Ruhul Qudusi’ datang dari Faran.12 Menurut Genesis 21:21, pegunungan Faran adalah tempat dimana Nabi bertempat tinggal dan memiliki dua belas anak, salah satu Ismail diantaranya adalah Kedar, anak kedua Ismail alaihi salam  . Dalam Isaiah 42:1-13, ‘kekasih Tuhan’ dihubungkan dengan keturunan Kedar, nenek moyang Nabi Muhammad shalallallahu alaihi wa sallam.
 .
Ketika Nabi Muhammad shalallallahu alaihi wa sallam mendakwahi penduduk Makkah untuk berserah diri kepada Allah, sebagian besar mereka menolak, dan berencana untuk .
Beliau bersama orang-orang yang masuk Islam membunuh Nabi diperintahkan oleh Allah untuk hijrah ke Madinah. Lalu perang terjadi di Badar antara “sedikit orang dengan persenjataan seadanya’ diwakili oleh Muhammad shalallallahu alaihi wa sallam dan para pengikutnya, dan kaum kafir dari Makkah, setahun setelah Nabi hijrah. Nabi dan para sahabatnya memperoleh kemenangan (Isaiah 21 : 1317). Laki-laki tersebut mengetahui bahwa Yesus (Isa ) memberitahukan tentang kedatangan Nabi Ahmad (Muhammad ).13 Ini adalah berita gembira yang Allah kabarkan melalui lisan Yesus (Isa alaihis salam ).
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
“Dan (ingatlah) ketika ‘Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).”” (QS Ash-Shaf [61] : 6)
Laki-laki itu meninggal dan Salman tinggal di Amuriyah. Suatu hari, “Beberapa pedagang dari Bani Kalb(14) melewatiku,” Salman berkata, “Saya berkata kepada mereka, ‘Bawalah saya ke negeri Arab dan Saya akan memberikan sapi-sapi dan kambing yang aku miliki.’
” Mereka berkata, “Baiklah.” Salman memberikan kepada mereka apa yang dia tawarkan, dan mereka pun memebawa Salman ikut bersama mereka. Ketika mereka mendakati Wadi Al-Qura (dekat dengan Madinah), mereka menjualnya sebagai budak kepada seorang Yahudi.
Salman tinggal bersama Yahudi tersebut, dan dia melihat pohon-pohon kurma (yang digambarkan oleh sahabatnya sebelumnya). “Saya berharap ini adalah tempat yang sama dengan yang digambarkan sahabatku.
” Kata Salman. Suatu hari, seorang laki-laki yakni sepupu majikan Salman dari suku Yahudi Bani Quraidha di Madinah datang berkunjung.
Dia membeli Salman dari majikan Yahudi-nya,
“Dia membawaku ke Madinah. Demi Allah! Ketika saya melihatnya, saya tahu itulah tempat yang disebutkan oleh sahabatku.”
“Kemudian Allah mengutus Rasul-Nya (yakni Muhmammad shalallallahu alihi wa sallam). Dia tinggal di Makkah selama beberapa waktu.(15) Saya tidak mendengar apapun tentangnya karena saya sangat sibuk dengan pekerjaan sebagai budak, dan kemudian beliau shalallallahu alihi wa sallam hijrah ke Madinah.
” Lebih lanjut Salman berkata, “(Suatu hari) saya sedang berada di atas pohon kurma di puncak salah satu rumpun kurma melakukan beberapa pekerjaan untuk majikanku.
Saudara sepupunya datang kepadanya dan berdiri di hadapannya (majikan Salman sedang duduk) dan berkata, ‘Celaka Bani Qilah (orang-orang dari suku Qilah), mereka berkumpul di Quba(16) disekitar seorang laki-laki yang datang hari ini dari Makah mengatakan (dirinya sebagai) seorang Nabi!”
“Saya bergetar hebat ketika mendengarnya hingga saya khawatir saya akan jatuh menimpa majikanku. Saya turun dan berkata, “Apa yang engkau katakan? Apa yang engkau katakan?” Majikanku menjadi marah dan memukulku dengan pukulan yang kuat seraya berkata, “Apa urusanmu mengenai ini? Pergi dan kerjakanlah pekerjaanmu!
” Saya berkata, “Tidak, saya hanya ingin memastikan apa yang telah ia katakan”. ‘Pada malam itu, saya pergi untuk menemui Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam ketika beliau berada di Quba.
Saya membawa serta apa yang saya simpan.
Saya masuk dan berkata, ‘Saya telah diberitahu bahwa engkau adalah seorang laki-laki yang shalih dan para sahabatmu adalah orang-orang asing yang membutuhkan.
Saya ingin memberikan kepadamu sesuatu yang saya simpan sebagai sedekah. Saya melihat kalian berhak mendapatkannya lebih daripada orang yang lain.’
” Salman berkata, “Saya menawarkan kepadanya; dia berkata kepada para sahabatnya, ‘Makanlah,’ tetapi dia sendiri menjauhkan tangannya (yakni tidak makan).
Saya berkata kepada diriku sendiri, ‘Inilah dia (yakni salah satu tanda- tanda kenabiannya).
Setelah pertemuannya dengan Nabi shalallallahu alihi wa sallam, Salman kembali untuk mempersiapkan ujian berikutnya!
Kali ini dia membawa hadiah untuk Nabi di Madinah. “Saya melihat engkau tidak makan dari sedekah, karena itu (ambillah) hadiah ini yang makan darinya dan dengannya saya ingin menghormati engkau.” Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk melakukannya, yang diikuti oleh mereka.
Saya berkata kepada diriku, ‘Sekarang ada dua (yakni dua tanda kenabian).’
” Pada pertemuan ketiga, Salman datang ke Baqi’ul Gharqad (tempat pemakaman para sahabat Nabi ) dimana Nabi sedang menghadiri pemakanan salah seorang sahabatnya.
Salman berkata, “Saya menyapanya (dengan sapaan Islam: ‘Assalamu’alaikum’), dan kemudian berputar ke belakangnya hendak melihat stempel (kenabian) yang digambarkan kepadaku oleh sahabatku.
Ketika beliau melihatku, beliau mengetahui bahwa saya sedang berusaha membuktikan sesuatu yang digambarkan kepadaku.
Beliau melepaskan kain dari pnggungnya dan saya melihat stempel itu. Saya mengenalinya. Saya membungkuk dan menciumnya dan menangis. Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam memerintahkanku untuk berbalik (yakni berbicara kepadanya).
Saya menceritakan kisahku sebagaimana yang saya kisahkan kepadamu, Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu  (ingat bahwa Salman sedang menceritakan kisahnya kepada Ibnu Abbas).
Beliau sangat menykainya sehingga memintaku menceritakan seluruh kisahku kepada para sahabatnya.”
Penghambaan Hanya Kepada Allah
Salman melanjutkan kisahnya kepada Ibnu Abbas: Dia masih menjadi milik (budak) majikannya. Dia tidak ikut dua peperangan menghadapi kaum kafir Arab.
Nabi shalallallahu alihi wa sallam berkata kepadanya, “Buatlah perjanjian (dengan tuanmu) untuk kebebasanmu, hai Salman.
” Salman mematuhi dan membuat perjanjian (dengan tuannya) untuk kebebasannya. Dia mendapatkan persetujuan dengan majikannya dimana dia akan membayar majikannya 40 ukiyah emas dan berhasil menanam 300 pohon kurma yang baru. Nabi shalallallahu alihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya, “Bantulah saudaramu.” Mereka membantunya dengan pohon kurma dan mengumpulkan baginya jumlah yang diminta. Nabi memerintahkan Salman untuk menggali lubang yang cukup untuk menanam bibit, dan beliau menananam setiap bibit dengan tangannya sendiri.
Salman berkata. “Demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak satupun pohon yang mati.” Salman memberikan pohon-pohon tersebut memberi Salman emas sebesar telur ayam dan kepada majikannya. Nabi shalallallahu alihi wa sallam berkata, “Bawalah ini, Wahai Salman, dan bayarlah utangmu.
” Salman berkata: “Berapa banyak ini dibandingkan dengan jumlah hutangku?” Nabi shalallallahu alihi wa sallam bersabda: “Ambillah! Sesungguhnya Allah akan mencukupkan sejumlah hutanmgu.”(17) Saya mengambilnya dan menimbang sebagiannya dan ia seberat 40 ukyah. Salman memberikan emas itu kepada tuannya. Dia telah memenuhi perjanjian dan dia dibebaskan.
Sejak saat itu, Salman menjadi sahabat dekat Nabi shalallallahu alihi wa sallam .
Salah seorang sahabat Nabi shalallallahu alihi wa sallam bernama Abu Hurairah meriwayatkan: “Kami sedang duduk bersama Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam ketika Surat Al-Jumu’ah diturunkan. Beliau shalallallahu alihi wa sallam membacanya:
وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ
dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka.” (QS Al-Jumu’ah [62] : 3)
Seseorang diantara mereka berkata, ‘Ya Rasulullah! Siapakah yang orang disebutkan dan belum bergabung dengan kita?’ Tetapi Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam tidak menjawabnya sampai dia bertanya tiga kali. Salamn al-Farisi berada diantara kami. Rasulullah shalallallahu alihi wa sallam meletakkan tangannya pada Salman dan kemudian berkata, ‘Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, meskipun jika iman dekat Ats Tsurayya, laki-laki dari mereka (yakni Salman) tentu akan mendapatkannya.” (Sunan at-Tirmdizi).
Tetapi Mereka Akan Datang!

Banyak orang di dunia ini seperti Salman, mencari kebenaran mengenai Satu-satunya Tuhan yang haq.
Kisah Salman ini serupa dengan kisah orang-orang di zaman kita. Mereka mencari sebagian orang, mengambil dari satu gereja ke gereja yang lain, dari gereja kepada Budha atau pada sikap pasif, dari Yahudi kepada ‘Netralitas’, dari agama kepada meditasi kepada penyiksaan mental. Saya telah bertemu dan mendengar mengenai sebagian orang yang berpindah dari satu ide kepada ide lainnya, tetapi terlalu takut bahkan untuk mengetahui sesuatu tentang Islam! Namun demikian, ketika mereka bertemu orang-orang Muslim, mereka membuka pikirannya. Kisah Salman merupakan sebuah pencarian yang panjang. Anda dapat mencari kebenaran lebih singkat dengan cara mengambil manfaat dari kisah Salman ini.
Referensi: 1) Qisaat Islam Salman oleh Husain Al-Uwaisyah.
                 2) Tabel pada halaman 12 diambil dari buku, Muhammad in the Bible setelah mengoreksi perkara mengenai kematian Yesus (Isa alaihi salam ). Yang benar adalah Isa alaihis salam tidak mati. Allah Subhanahu wa ta’ala  menyelamatkannya dari penyaliban dan dia dinaikkan ke surga. Kematiannya akan terjadi sebelum Hari Kiamat setelah beliau kembali ke bumi. Ketika berada di bumi, Yesus (Isa alaihi salam ) akan memerintah dengan kitabullah, Al-Qur’an dan dengan ajaran Nabi Muhammad, shallallahu alaihi wa sallam.
Sumber : http://www.raudhatulmuhibbin.org
Judul Asli : The Search for the Truth – by a Man Known as Salman the Persian
Penulis : Dr. Saleh as-Saleh
Judul Terjemahan : Perjalanan Mencari Kebenaran, Seorang Laki-laki bernama Salman al-Farisi
Alih Bahasa Desain Sampul : Ummu Abdillah al-Buthoniyah
Disebarluaskan melalui:Website: http://www.raudhatulmuhibbin.org
Foot Note :

(1) Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya. (Penulis menukil hadits ini dan meringkasnya di beberapa tempat –pent.)
(2) Sebuah daerah di Barat Daya Iran.
(3) Ayah Salman adalah seorang Majusi yang menyembah api
(4)Yang dikenal dengan negara Syam sekarang ini termasuk empat negara, yaitu: Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon.

(5) Catatan: Sebuah poin yang penting disini adalah bahwa Salman tidak berbalik dari apa yang dianggapnya sebagai kebenaran pada saat itu karena perbuatan seseorang. Dia tidak berkata, “Lihatlah orang-orang Nasrani ini! Yang terbaik diantara mereka sangat buruk!” Sebaliknya, dia memahami bahwa dia harus menilai agama tersebut pada ajarannya, dan bukan pada para pengikutnya..
(6)  Al-Musil: Kota besar di barat laut Iraq.
(7) Nasibin: Sebuah kota di tengah perjalanan antara Musil dan Syam
(8) Amuriyah: Sebuah kota yang merupakan bagian dari Wilayah Timur Kekaisaran Romawi..
(9)Seorang Nabi yang menyerupai Musa alaihi salam 
 Description: http://abufahmiabdullah.files.wordpress.com/2010/02/perbandingan2.jpg?w=468

(10) Muhammad berumur 40 tahun ketika beliau berada di gua ira di Makkah ketika Malaikat Jibril memerintahkan kepadanya, “Bacalah!” Muhammad merasa ketakutan dan menjawab, “Saya tidak dapat membaca!” Kemudian Jibril membacakan dan Nabi mengikuti (membaca firman Allah:

 اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ 

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq [96] : 1-5)  
11 Perhatikan juga bahwa Injil merujuk kepada bani Israil sebagai ‘saudara’ dari Ismail. Contoh: Gen, 16:12 dan Gen 25:18.  
12 “Tuhan (wahyu-Nya) datang dari Timan, dan Ruhul Qudus datang dari Gunung Faran Selah. Kemuliannya meliputi langit dan bumi dipenuhi oleh pujiannya.” (Habakkuk 3:3)  
13 Ahmad secara lafazh berarti: ‘orang yang paling banyak memuji Allah lebih daripada yang lainnya’. Ini adalah nama kedua Nabi Muhmmad yang berkata dalam sebuah hadits shahih, 
‘Aku memiliki lima nama: Aku adalah Muhmmad dan Ahmad, Aku Al-Maahi yang melaluiku Allah menghapuskan kekafiran, aku adalah Al-Hasyr yang akan menjadi pertama yang dibangkitkan, dan aku adalah al-Aqib (yakni tidak ada Nabi setelahku).” (HR Bukhari)
(14) Salah satu suku Bangsa Arab
15) Selama 13 tahun setelah beliau menerima wahyu dari Allah
16) Di kota Madinah
17) Sebuah mukjizat dari Allah (yang dimaksud adalah bahwa dengan jumlah yang terlihat tidak mencukupi tersebut, AllahAzza wa Jalla  lah yang telah mencukupkannya untuk pembayaran hutang Salman kepada majikannya -pent.)

Kebenaran Itu Apa Sih ?


Di dalam dunia ini mungkin ada satu hal yang disebut kebenaran.

Mungkin ada banyak orang yang berusaha untuk senantiasa mencari kebenaran.
Mungkin ada yang suka bertualang untuk mencari kebenaran.
Berpikir begini dan begitu.
Berpikir ini lebih baik dari yang lain...
Mencoba menelaah
Apakah ini lebih benar?

Kawan...
Aku mengaku disini
Aku bukan seorang yang pandai dan tahu banyak hal.
Aku juga bukan seorang cerdas yang bisa benar-benar paham arti kebenaran.
Aku tidak tahu banyak.
Sedikit sekali...

Aku belum benar-benar paham tentang makna sebuah kebenaran

Namun satu hal yang aku tahu
Dan aku percaya

Bahwa
Di dalam kebenaran pasti ada kasih
Di dalam kebenaran pasti ada damai sejahtera
Di dalam kebenaran pasti tak ada kecurigaan
Di dalam kebenaran pasti tak ada kebencian
Di dalam kebenaran pasti tak ada ajaran untuk merendahkan ajaran lain
Di dalam kebenaran tidak ada doktrin untuk meninggikan kebenaran ... Login atau Register untuk lanjutkan baca!

Jumat, 02 Desember 2011

Sejarah Penentuan Kalender Islam (Hijriyah)

Pada tahun 682 Masehi, 'Umar bin Al Khattab yang saat itu menjadi khalifah melihat sebuah masalah. Negeri islam yang semakin besar wilayah kekuasaannya menimbulkan berbagai persoalan administrasi. Surat menyurat antar gubernur atau penguasa daerah dengan pusat ternyata belum rapi karena tidak adanya acuan penanggalan. Masing-masing daerah menandai urusan muamalah mereka dengan sistem kalender lokal yang seringkali berbeda antara satu tempat dengan laiinnya.
Maka, Khalifah 'Umar memanggil para sahabat dan dewan penasehat untuk menentukan satu sistem penanggalan yang akan diberlakukan secara menyeluruh di semua wilayah kekuasaan islam.
Nama bulan-bulan dalam kalender islam
Sistem penanggalan yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur'an, yaitu sistem kalender bulan (qomariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan Allah menghapus adanya praktek interkalasi (Nasi'). Praktek Nasi' memungkinkan kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi'ul Awwal artinya musim semi yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Praktek Nasi' ini juga dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Praktek ini juga berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram. Pada tahun ke-10 setelah hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktek Nasi' ini:
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..." [At Taubah (9): 38]
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah... " [At Taubah (9): 39]
Dalam satu tahun ada 12 bulan dan mereka adalah:
  1. Muharram
  2. Shafar
  3. Rabi'ul Awal
  4. Rabi'ul Akhir
  5. Jumadil Awal
  6. Jumadil Akhir
  7. Rajab
  8. Sya'ban
  9. Ramadhan
  10. Syawal
  11. Dzulqa'idah
  12. Dzulhijjah
Sedangkan 4 bulan Haram, di mana peperangan atau pertumpahan darah di larang, adalah: Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Peristiwa Hijrah sebagai tonggak Kalender Islam
Masalah selanjutnya adalah menentukan awal penghitungan kalender islam ini. Apakah akan memakai tahun kelahiran Nabi Muhammad saw., seperti orang Nasrani? Apakah saat kematian beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al Qur'an? Ataukah saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan?
Ternyata pilihan majelis Khalifah 'Umar tersebut adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah. Karena itulah, kalender islam ini biasa dikenal juga sebagai kalender hijriyah. Kalender tersebut dimulai pada 1 Muharram tahun peristiwa Hijrah atau bertepatan dengan 16 Juli 662 M. Peristiwa hijrah Nabi saw. sendiri berlangsung pada bulan Rabi'ul Awal 1 H atau September 622 M.
Pemilihan peristiwa Hijrah ini sebagai tonggak awal penanggalan islam memiliki makna yang amat dalam. Seolah-olah para sahabat yang menentukan pembentukan kalender islam tersebut memperoleh petunjuk langsung dari Allah. Seperti Nadwi yang berkomentar:
"Ia (kalender islam) dimulai dengan Hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan keberlangsungan Risalah. Ia adalah ilham ilahiyah. Allah ingin mengajarkan manusia bahwa peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus. Kalender islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan kepada kejayaan dan kebesaran islam namun kepada pengorbanan (Nabi dan sahabatnya) dan mengingatkan mereka agar melakukan hal yang sama."


Adakah sejarah kenapa bulan-bulan dalam penanggalan Arab dinamakan Rajab, Sya'ban, Ramadhan, dan lain sebagainya? Hoho, ternyata ada! Unik-unik pula. Sebagian kisahnya, mungkin, mengubah asumsi-asumsi kita tentang kehidupan masyarakat Arab kala itu, di mana Islam belum hadir menyentuh jiwa mereka. 
Muharram. Kenapa dinamakan seperti ini? Karena di bulan itu, sebelum Islam datang, ada kesepakatan di antara suku-suku Arab yang mengharamkan berperang satu sama lain.
Shafar. Bulan kedua ini diambil dari dari kata ashfar, yakni kuning. Lho, kenapa ya? Kenapa menjadikan warna ini sebagai dasar penentuan nama bulan? Rupanya ada rentang waktu di mana dedaunan menguning. Fenomena inilah yang membuat masyarakat menamainya demikian.
Rabi’ul Awal dan Akhir. Diambil dari kata "Rabi", yang artinya musim semi. Kenapa ditambahkan "awal" dan "akhir"? Sebab musim seminya agak panjang, karena itulah dibagi menjadi 2 bagian.
Jumadil Awal dan Akhir. Udah ngerti dong, kenapa ada kata "awal" dan "akhir"? Tapi, apa itu jumadil? Berasal dari kata jama, yakni membeku. Di masa ini, Arab kala itu masuk musim dingin, di mana air-airnya mulai membeku. Musim beku ini panjang, hingga perlu juga dibagi 2, sama dengan musim semi.
Rajab. Artinya meleleh. Ya, inilah masa di mana air yang membeku, mencair. Sehingga bulan ini pun dinamakan sesuai dengan fenomena keadaannya.
Sya’ban. Diambil dari kata "syi’b", yaitu lembah-lembah. Hmmm, apa hubungannya? Setelah musim beku berlalu, datangnya masa yang tepat untuk bercocok tanam. Bangsa Arab suka sekali pergi ke lembah-lembah untuk melakukan kegiatan ini.
Ramadhan. Sebagaimana sering kita dengar, Ramadhan itu artinya membakar. Membakar dosa? Ya, itu pemaknaan dalam terminologi Islam. Sedang bicara awal-awalnya, lebih karena masyarakat memasuki waktu musim panas, yang panasnya membakar.
Syawal. Artinya, meningkat. Amalnya setelah Ramadhan? Hehe. Kan Islam belum datang! Jadi, awalnya dinamakan Syawal karena cuaca. Yup, musim panasnya makin panas. Itu sebabnya dinamakan bulan peningkatan.
Dzul qa’dah. Diambil dari kata qa’adah (duduk). Eh, kenapa duduk? Di bulan ini, orang-orang lebih suka duduk-duduk di rumah masing-masing. Maklum, di luar rumah, panas sedang dalam keadaan puncak. Daripada menderita, jadi santai saja di dalam rumah! :Dan
Dzulhijjah. Dari kata Hajj, yakni haji. Haji, terlepas dari pelaksanaannya yang sudah jauh dari syariat Ibrahim, tetap dilaksanakan bangsa Arab. Musim haji pun mendapat kehormatan dari mereka untuk dijadikan nama bulan terakhir.